
RI News Portal. Rabat, 30 September 2025 – Ratusan anak muda Maroko membanjiri jalanan di berbagai kota, termasuk Casablanca, Rabat, Marrakesh, dan Agadir, dalam aksi unjuk rasa terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Aksi ini, yang dipimpin oleh gerakan akar rumput bernama GenZ 212, menuntut reformasi layanan publik, peningkatan investasi di sektor pendidikan dan kesehatan, serta pemberantasan korupsi yang telah menggerogoti kepercayaan publik
Para pengunjuk rasa mengecam apa yang mereka sebut sebagai “prioritas nasional yang salah arah.” Investasi besar-besaran pemerintah untuk proyek infrastruktur olahraga, seperti persiapan Maroko sebagai tuan rumah Piala Afrika 2026 dan Piala Dunia 2030, dianggap kontras dengan krisis layanan publik yang kian parah. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa Maroko hanya memiliki kurang dari delapan dokter per 10.000 penduduk, sebuah angka yang mencerminkan kekurangan tenaga medis yang kronis.
Kemarahan warga memuncak setelah insiden tragis awal September 2025, di mana delapan perempuan hamil meninggal di rumah sakit pemerintah akibat kelalaian dan kurangnya fasilitas memadai. “Kami tidak butuh stadion megah, kami butuh rumah sakit yang bisa menyelamatkan nyawa,” ujar salah satu pengunjuk rasa di Rabat, yang enggan menyebutkan namanya.

GenZ 212, yang muncul sekitar dua minggu lalu, telah menarik perhatian publik dengan kecepatan luar biasa. Beroperasi tanpa pemimpin formal dan tidak terafiliasi dengan partai politik, gerakan ini mengandalkan media sosial seperti TikTok, Instagram, Facebook, dan Discord untuk memobilisasi dukungan. Melalui akun Facebook resmi mereka, GenZ 212 menyerukan demonstrasi damai untuk menuntut kesehatan, pendidikan, dan keadilan sosial.
“Struktur tanpa pemimpin ini membuat pemerintah kesulitan bernegosiasi,” kata Mohammed Masbah, analis politik Maroko. “Mereka adalah cerminan frustrasi generasi muda terhadap ketimpangan sosial dan buruknya layanan publik.”
Pihak berwenang bereaksi cepat terhadap aksi ini. Polisi Maroko melaporkan telah menahan sekitar 200 pengunjuk rasa sejak Sabtu, 27 September 2025. Tindakan represif ini menuai kecaman keras dari pegiat hak asasi manusia (HAM). Hakim Sikouk, aktivis HAM Maroko, menyebut pendekatan keamanan pemerintah sebagai “tidak dapat diterima.” Dalam wawancara dengan Al Jazeera pada Senin (30/9/2025), ia menegaskan bahwa menekan aspirasi sosial kaum muda hanya akan memperburuk ketegangan.
Baaca juga : Sinergi Bank dan Pengembang Dorong Rekor Penyaluran Rumah Subsidi 2025
Partai oposisi juga mendesak pemerintah untuk membuka dialog dengan para demonstran. Mereka menilai tuntutan GenZ 212—seperti lapangan kerja, layanan kesehatan yang lebih baik, dan pendidikan berkualitas—adalah hak dasar yang seharusnya dipenuhi.
Para analis menilai aksi ini sebagai puncak dari kekecewaan terhadap pengabaian layanan publik selama bertahun-tahun. Pendidikan dan kesehatan, dua sektor yang menjadi tulang punggung pembangunan sosial, terus terpinggirkan. Banyak rumah sakit kekurangan peralatan medis dasar, sementara sekolah-sekolah di daerah pedesaan sering kali tidak memiliki guru yang memadai.
“Protes ini bukan sekadar kemarahan sesaat. Ini adalah respons terhadap pengabaian sistemik,” ujar seorang analis lokal yang meminta anonimitas. “Generasi muda Maroko merasa masa depan mereka dirampas oleh korupsi dan kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat.”
Aksi GenZ 212 telah menjadi simbol perlawanan generasi muda Maroko terhadap ketidakadilan sosial. Meski pemerintah belum menunjukkan tanda-tanda akan memenuhi tuntutan, tekanan publik yang semakin meningkat mungkin memaksa adanya perubahan. Sementara itu, gerakan ini terus menggalang dukungan melalui media sosial, dengan ribuan anak muda bergabung dalam diskusi daring tentang masa depan negara mereka.
Dengan 11 kota telah menjadi pusat demonstrasi, dan potensi penyebaran yang lebih luas, Maroko kini berada di persimpangan. Apakah pemerintah akan memilih dialog atau terus mengandalkan pendekatan keamanan? Hanya waktu yang akan menjawab.
Pewarta : Setiawan Wibisono
