
RI News Portal. Semarang – Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah mengumumkan perkembangan signifikan terkait rentetan aksi rusuh yang melanda sejumlah wilayah provinsi pada 29 Agustus hingga 1 September 2025. Dari total 1.747 orang yang diamankan, sebanyak 46 orang telah resmi ditetapkan sebagai tersangka melalui serangkaian proses hukum.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah, Kombes Pol. Dwi Subagio, menjelaskan bahwa langkah penegakan hukum dilakukan berdasarkan 17 laporan polisi yang diterima dalam kurun waktu empat hari terakhir. “Dari jumlah tersebut dilakukan penegakan hukum yang terdiri dari 17 laporan polisi dan penetapan 46 tersangka,” ujarnya dalam konferensi pers di Semarang, Selasa (2/9).
Menurut Dwi Subagio, dua peristiwa krusial sedang menjadi fokus penanganan Polda Jawa Tengah. Pertama, penyerangan Mapolda Jateng yang berujung pada pembakaran kendaraan di halaman Kantor Gubernur Jawa Tengah. Polisi mengaku telah mengidentifikasi dua pelaku utama, meskipun penindakan lanjutan masih menunggu penguatan alat bukti.

Kasus kedua berkaitan dengan aksi penyerangan Mapolda Jawa Tengah pada 30 Agustus 2025. Dalam perkara ini, polisi telah menetapkan tujuh orang tersangka. Menariknya, enam di antaranya masih berstatus anak di bawah umur. “Untuk tersangka dewasa dilakukan penahanan, sementara tersangka anak-anak tidak dilakukan penahanan,” jelas Dwi.
Penerapan Pasal 212 dan 214 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjadi dasar hukum bagi para pelaku yang dianggap melawan perintah aparat. Namun, fakta bahwa sebagian besar tersangka masih berusia muda menimbulkan dimensi sosial yang perlu ditinjau lebih dalam.
Dalam perspektif akademis, fenomena ini mengindikasikan adanya celah dalam literasi hukum dan kesadaran politik generasi muda. Keterlibatan pelajar atau anak-anak dalam aksi massa menunjukkan bahwa isu ketidakpuasan publik tidak hanya berdampak pada orang dewasa, tetapi juga menyentuh lapisan masyarakat yang masih rentan secara psikologis dan hukum.
Baca juga : Normalisasi Kali Ciliwung Dimulai 2026: Antara Janji Infrastruktur dan Dinamika Sosial
Penanganan hukum memang menjadi langkah prosedural yang tak terhindarkan, namun kasus ini juga menyoroti tantangan besar bagi pemerintah daerah dan aparat keamanan. Pertama, bagaimana mencegah eskalasi protes agar tidak berubah menjadi aksi anarkis. Kedua, bagaimana memastikan proses peradilan tetap mengedepankan prinsip keadilan restoratif, khususnya terhadap tersangka anak-anak.
Lebih jauh, kejadian ini memberi catatan penting bahwa pendekatan represif semata tidak cukup. Perlu ada strategi komunikasi sosial-politik yang menyentuh akar persoalan, termasuk kanal partisipasi publik yang sehat dalam menyampaikan aspirasi.
Penetapan 46 tersangka oleh Polda Jawa Tengah bukan hanya peristiwa hukum, melainkan juga refleksi atas dinamika politik, sosial, dan keamanan di tingkat lokal. Kasus ini menegaskan pentingnya sinergi antara penegakan hukum, pendidikan politik, serta perlindungan terhadap kelompok usia rentan. Tanpa itu, risiko berulangnya aksi serupa di masa mendatang masih terbuka lebar.
Pewarta : Nandang Bramantyo
