RI News Portal. Pesisir Selatan, 1 Desember 2025 – Ketika wartawan mencoba mengkonfirmasi mantan Kepala Kampung Sungai Kuyung, Nagari Indrapura Selatan, Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan (sebut saja inisial ET) terkait dugaan perambahan hutan produksi terbatas (HPT) seluas ribuan hektare yang sudah terlihat jelas di citra satelit Google Maps, jawaban yang diterima justru mengejutkan.
Nomor WhatsApp 0813722458XX yang biasa digunakan ET dijawab oleh istrinya. Perempuan yang mengaku lulusan S1 Hukum itu langsung mengakui bahwa suaminya adalah pelaku perambahan hutan produksi terbatas di Nagari Indrapura Selatan.
Bukan hanya mengakui, ia juga melontarkan kata-kata kasar, menghina wartawan, dan dengan nada membusungkan dada menyatakan bahwa dirinya serta keluarganya “kebal hukum”.
“Saya tamatan S1 Hukum, keluarga saya ada di Pengadilan Negeri Painan, saudara saya banyak di Polres Pesisir Selatan. Suami saya yang babat hutan mau dijual ke siapa itu bukan urusan wartawan. Kalau wartawan mau lapor silakan. Kami nggak takut,” ujarnya dengan nada menantang.

Ia bahkan secara terang-terangan menyatakan, “Suami saya yang tebang hutan itu, mau dijual ke siapa urusan dia, bukan urusan wartawan.”
Setelah mendapat pengakuan tersebut, wartawan langsung menghubungi Kepala UPTD KPHP (Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi) Kabupaten Pesisir Selatan, Hendra Bakti, yang merupakan pemangku wilayah kawasan hutan di kabupaten tersebut. Sayangnya, Hendra Bakti memilih bungkam dan tidak merespons konfirmasi melalui WhatsApp.
Padahal, sebelumnya Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Sumatera telah menyatakan bahwa pengawasan dan penegakan hukum di kawasan hutan Kabupaten Pesisir Selatan menjadi tanggung jawab KPHP setempat.
Beberapa warga juga membenarkan aktivitas ET. Dedi, warga Melepang Tapan, mengaku pernah membeli tanah di kawasan HPT dari ET. Hal serupa disampaikan Mami Sur yang menyatakan tanahnya bersebelahan dengan milik Separidong, dan tanah tersebut juga dibeli dari ET.
Baca juga : KPK Periksa Lima Saksi Baru dalam Kasus Dugaan Korupsi Proyek Jalan DAK Mempawah 2015 Senilai Rp40 Miliar
Mami Sur juga menyebutkan bahwa Gatot, warga Muara Sakai, memiliki lahan sangat luas di kawasan HPT Nagari Indrapura Selatan.
ET ternyata masih kerabat dekat dan tetangga Raflis, warga Sungai Kuyung yang saat ini sedang diproses hukum di Polres Pesisir Selatan atas dugaan perambahan hutan dengan menggunakan excavator dalam skala besar. Kasus Raflis sebelumnya dilaporkan oleh seorang wartawan asal Tapan ke Polda Sumbar.
Di tempat terpisah, Ketua Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Indrapura Selatan yang biasa dipanggil Limin juga berkali-kali menghindar saat dimintai konfirmasi oleh wartawan. Berdasarkan pantauan di lapangan, areal LPHN sudah banyak ditanami kelapa sawit—tanaman yang jelas bukan jenis tanaman kehutanan—dan terdengar suara gergaji mesin mengolah kayu pecahan.

Kondisi ini menunjukkan pengawasan hutan oleh KPHP Kabupaten Pesisir Selatan terkesan dibiarkan. Akibatnya, perbukitan terjal di Nagari Indrapura Selatan kini sudah gundul dan beralih fungsi menjadi perkebunan sawit.
Atas maraknya perambahan hutan ini, wartawan asal Tapan meminta Kapolda Sumatera Barat segera mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku perusakan hutan produksi terbatas di Nagari Indrapura Selatan.
Permintaan ini semakin mendesak mengingat Provinsi Sumatera Barat saat ini sedang dilanda bencana alam beruntun berupa banjir bandang dan tanah longsor—bencana yang diperparah oleh masifnya deforestasi dan alih fungsi kawasan hutan.
Pewarta : Sami S

