
RI News Portal. Jakarta, 4 September 2025 – Di tengah dinamika politik nasional yang semakin kompleks pasca-peristiwa aspirasi masyarakat pekan lalu, Presiden Prabowo Subianto terus mengintensifkan konsultasi dengan para tokoh kunci di sektor politik dan keamanan. Pada Kamis pagi ini, giliran Wiranto, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, serta Dudung Abdurrahman, eks Kepala Staf Angkatan Darat, yang dipanggil ke Istana Merdeka. Kedatangan mereka menambah daftar panjang pejabat yang silih berganti menghadap presiden, mencerminkan upaya eksekutif untuk merespons kondisi dalam negeri secara proaktif.
Wiranto tiba lebih dulu, mengenakan kemeja putih sederhana yang menjadi ciri khas penampilan publiknya. Saat ditemui awak media di gerbang Istana Kepresidenan, ia enggan memberikan detail mengenai agenda pertemuan. “Saya memang diminta untuk menghadap presiden, jadi tentu terserah beliau nanti akan membicarakan apa. Saya belum tahu apa yang nanti akan beliau sampaikan kepada saya, oleh karena itu saya nggak bisa bicara,” ujar Wiranto dengan nada tenang namun tegas. Ia juga menolak menjawab pertanyaan lanjutan tentang siapa saja yang turut hadir, sambil meminta ruang untuk melanjutkan langkahnya. “Sudah cukup, cukup dulu. Cukup dulu, cukup dulu,” tambahnya, tetap tak bergeming di tengah hujan pertanyaan dari jurnalis.

Tak lama berselang, Dudung Abdurrahman menyusul dengan sikap yang sedikit lebih terbuka. Mantan jenderal yang dikenal dengan pendekatan tegasnya ini memberikan sedikit gambaran tentang konteks pemanggilan. “Kebijakan Presiden tentunya tidak sepenuhnya banyak menerima. Ada orang juga yang merasa dirugikan mungkin ya,” katanya singkat, menyiratkan adanya ketegangan atau perdebatan di balik kebijakan-kebijakan terkini. Dudung, yang juga mengenakan kemeja putih, tampak fokus pada isu-isu keamanan nasional yang mungkin menjadi topik utama.
Pertemuan ini, menurut sumber di lingkungan istana, merupakan bagian dari rangkaian diskusi pasca-penyampaian aspirasi masyarakat yang terjadi hampir sepekan lalu. Presiden Prabowo disebut ingin mendengar masukan langsung dari berbagai kalangan, termasuk penasihat berpengalaman seperti Wiranto dan Dudung, untuk mengevaluasi kondisi negara. Sebagai pemimpin yang baru menjabat, Prabowo telah memantau perkembangan secara ketat, menerima laporan dari berbagai pihak terkait stabilitas dalam negeri. Pendekatan ini menggarisbawahi strategi kepemimpinannya yang mengandalkan konsultasi luas, berbeda dari pola sebelumnya yang lebih sentralisasi.
Baca juga : DPRD DKI Soroti Lemahnya Implementasi Perda dan Absensi Perangkat Daerah
Dalam konteks akademis, pertemuan semacam ini dapat dilihat sebagai bentuk governance inklusif, di mana presiden memanfaatkan keahlian tokoh senior untuk mengantisipasi risiko politik. Wiranto, dengan latar belakangnya sebagai aktor kunci di era transisi demokrasi, membawa perspektif historis tentang stabilitas keamanan. Sementara Dudung, yang pernah memimpin angkatan darat di masa pandemi, menawarkan wawasan operasional terkait penanganan isu sosial. Namun, ketidakjelasan agenda yang disampaikan keduanya menimbulkan spekulasi: apakah ini sekadar konsultasi rutin, atau respons terhadap potensi ketidakpuasan masyarakat yang dirasakan Dudung?
Sementara itu, aktivitas di Istana Merdeka terus berlangsung dinamis. Sejumlah pejabat lain terlihat datang dan pergi, meski sebagian enggan memberikan keterangan. Hal ini menandakan bahwa Presiden Prabowo sedang dalam fase intensif membangun konsensus, di tengah tuntutan untuk transparansi yang lebih besar dari publik. Pengamat politik menilai, langkah ini bisa menjadi kunci untuk memperkuat legitimasi pemerintahan baru, asal diikuti dengan tindakan konkret yang merespons aspirasi rakyat.
Berita ini akan terus dipantau untuk perkembangan selanjutnya. Pembaca diundang untuk berbagi pandangan melalui kolom komentar di bawah, sebagai bagian dari diskusi publik yang sehat.
Pewarta : Albertus Parikesit
