RI News Portal. Jakarta, 16 Desember 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi bahwa tim penyidiknya telah kembali ke Indonesia setelah melakukan pendalaman langsung di Arab Saudi terkait kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi di Kementerian Agama. Temuan lapangan ini diharapkan memperkuat pembuktian atas penyimpangan yang diduga menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp1 triliun.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan pada Senin malam (15/12) bahwa penyidik telah memperoleh sejumlah fakta penting selama di Arab Saudi. “Tim sudah pulang. Kami menemukan beberapa hal di sana, termasuk informasi mengenai kondisi kepadatan lokasi ibadah serta dokumen dan barang bukti elektronik terkait pelaksanaan haji 2024,” ungkap Asep di Jakarta.
Salah satu fokus utama adalah verifikasi alasan pembagian kuota tambahan 20.000 jemaah yang diberikan Kerajaan Arab Saudi. Kementerian Agama saat itu membagi secara merata: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Pembagian ini menuai sorotan karena bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menetapkan proporsi 92 persen untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus.

“Kami sedang menguji apakah pembagian tersebut benar-benar didasari pada risiko penumpukan jemaah atau faktor lain,” tambah Asep. Penyidik juga berkoordinasi dengan otoritas haji Arab Saudi serta perwakilan Indonesia di sana untuk memastikan kesesuaian data lapangan dengan kebijakan yang diambil di dalam negeri.
Penyidikan kasus ini resmi dimulai pada 9 Agustus 2025, dengan estimasi awal kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun akibat selisih biaya penyelenggaraan yang seharusnya menjadi penerimaan negara. Pada 11 Agustus, KPK mencegah tiga pihak bepergian ke luar negeri: mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, serta pemilik biro perjalanan haji Fuad Hasan Masyhur. Selanjutnya, pada September, lembaga antirasuah menduga keterlibatan 13 asosiasi dan sekitar 400 biro penyelenggara ibadah haji.
Pendalaman di Arab Saudi menjadi langkah krusial untuk mengonfirmasi ketersediaan fasilitas bagi kuota tambahan tersebut. Temuan ini tidak hanya berpotensi mengklarifikasi motif kebijakan, tetapi juga membuka kemungkinan pengungkapan praktik penyimpangan yang lebih luas, termasuk dugaan aliran dana ke pihak-pihak tertentu.
Kasus ini mencerminkan tantangan sistemik dalam tata kelola ibadah haji nasional, di mana kebijakan yang menyimpang dari regulasi dapat berdampak pada keadilan akses bagi jutaan calon jemaah yang mengantre bertahun-tahun. Kerugian finansial yang signifikan juga menimbulkan pertanyaan mengenai akuntabilitas pengelolaan dana umat, yang seharusnya diprioritaskan untuk peningkatan layanan reguler.
KPK menyatakan akan segera menindaklanjuti temuan ini dengan pemeriksaan saksi tambahan, termasuk kemungkinan pemanggilan ulang pihak-pihak terkait. Proses ini diharapkan membawa kejelasan bagi publik mengenai integritas penyelenggaraan haji, sekaligus mendorong reformasi untuk mencegah penyimpangan serupa di masa depan.
Pewarta : Vie
