RI News Portal. Jakarta, 8 Desember 2025 – Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Pramono Anung Wibowo, melakukan inspeksi langsung terhadap infrastruktur tanggul laut di kawasan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, pada Senin pagi. Kunjungan ini menyusul insiden kebocoran yang sempat menjadi perhatian publik melalui rekaman visual yang beredar luas, menyoroti kerentanan struktur penahan air laut terhadap fenomena rob (banjir pasang air laut). Dalam konteks ini, kejadian tersebut tidak hanya mencerminkan tantangan teknis infrastruktur pesisir, tetapi juga menggarisbawahi dinamika koordinasi antarlembaga dalam pengelolaan risiko bencana di wilayah metropolitan yang rentan terhadap perubahan iklim.
Pramono menekankan urgensi penanganan segera, dengan menyatakan bahwa meskipun puncak rob telah berlalu pada periode sebelumnya, potensi kejadian serupa tetap tinggi di bulan-bulan mendatang. “Respons cepat diperlukan untuk mitigasi, mengingat siklus pasang air laut yang dipengaruhi faktor astronomis dan meteorologis,” ujarnya di lokasi inspeksi. Ia mengapresiasi peran publik dalam menyebarkan informasi kebocoran, yang dilihat sebagai mekanisme umpan balik konstruktif untuk perbaikan sistemik, daripada sekadar kritik. Pendekatan ini mencerminkan paradigma governance yang inklusif, di mana partisipasi masyarakat menjadi katalisator efisiensi administrasi.

Secara teknis, tanggul yang dimaksud merupakan bagian dari proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) Fase A, sebuah inisiatif nasional untuk penguatan garis pantai ibu kota guna menghadapi subsidence (penurunan tanah) dan kenaikan muka air laut. Kebocoran terjadi akibat kombinasi tekanan hidrolik, korosi material, dan degradasi struktural setelah lebih dari satu dekade operasi. Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta, Ika Agustin Ningrum, yang mendampingi inspeksi, merinci strategi penguatan yang sedang diterapkan. “Proses grouting untuk menyuntikkan material pengisi celah, diikuti aplikasi shotcrete sebagai lapisan pelindung, penggalian sedalam tiga meter, dan pengecoran ulang menggunakan beton ready-mix berkekuatan K500,” jelasnya. Saat ini, penguatan telah mencakup segmen hilir Pelabuhan Nizam Zachman sepanjang 400 meter, dengan rencana perluasan hingga satu kilometer.
Meskipun tanggul tersebut secara formal berada di bawah yurisdiksi entitas pengelola pelabuhan, Pramono menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk intervensi kolaboratif. “Koordinasi lintas sektor dengan SDA menjadi prioritas di Muara Baru, termasuk pengawasan terpadu atas seluruh tanggul hilir seperti Muara Angke, Waduk Pluit, Sunda Kelapa, R.E. Martadinata, dan Marunda Pulau,” katanya. Langkah ini didasari pada prinsip tanggung jawab bersama, di mana Pemprov DKI mengawasi secara holistik meskipun bukan pemilik utama aset. Penanganan darurat awal, sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), telah dilakukan oleh satuan tugas lapangan, diikuti fase perkuatan berkelanjutan.
Baca juga : Mediasi Polsek Sidoharjo Berhasil Redam Konflik Kos-kosan di Lingkungan Bakalan Kulon
Dari perspektif akademis, kasus ini mengilustrasikan kompleksitas pengelolaan infrastruktur pesisir di kota delta seperti Jakarta, yang mengalami subsidence rata-rata 10-15 cm per tahun menurut data geospasial. NCICD, sebagai kerangka mega-proyek, dirancang untuk integrasi tanggul, pompa, dan reklamasi, tetapi implementasinya menghadapi hambatan koordinasi dan pendanaan. Insiden Muara Baru menyoroti perlunya model governance hybrid yang melibatkan pemerintah pusat, daerah, dan swasta, serta integrasi teknologi monitoring real-time seperti sensor IoT untuk deteksi dini kebocoran. Selain itu, viralitas informasi melalui saluran digital menunjukkan evolusi peran masyarakat sipil dalam pengawasan publik, yang dapat meningkatkan akuntabilitas tetapi juga berisiko amplifikasi panik jika tidak dikelola dengan komunikasi risiko yang efektif.
Ke depan, Pramono menyiratkan kelanjutan pembangunan NCICD pada 2025-2026, dengan fokus pada segmen prioritas seperti Asahimas (1,2 km), Ancol Barat-Seafront (0,8 km), dan mitigasi Muara Angke (1,1 km). Analisis ini menegaskan bahwa respons terhadap kebocoran Muara Baru bukan sekadar perbaikan fisik, melainkan bagian dari strategi adaptasi jangka panjang terhadap ancaman iklim, yang memerlukan sinergi kebijakan, inovasi teknik, dan partisipasi stakeholder untuk keberlanjutan kota.
Pewarta : Ydha Purnama

