RI News Portal. Negara, Jembrana – Sebuah penemuan mayat yang mengapung di perairan Pebuahan, Desa Banyu Biru, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, pagi hari Rabu (10/12/2025), telah membangkitkan duka mendalam bagi warga setempat. Dua nelayan asal Banjar Keramat, Desa/Kecamatan Melaya, berhasil menarik jenazah tersebut menggunakan sampan menuju Pelabuhan Perikanan Nusantara (TPI) Pengambengan, Kecamatan Negara, memicu kegaduhan di kalangan nelayan dan pedagang ikan yang biasa beraktivitas di kawasan tersebut. Kejadian ini tidak hanya mengejutkan komunitas pesisir, tetapi juga mengungkap jejak tragedi hilangnya seorang nelayan di perairan Jawa Timur.
Peristiwa penemuan berawal dari rutinitas pagi dua nelayan berpengalaman, Muhammad Tahfip (47 tahun) dan Ahmad Fadil (18 tahun), yang berangkat melaut dengan perahu fiber bermerek Yamaha 2 sekitar pukul 01.00 WITA pada Selasa (9/12/2025). Mereka menargetkan spot memancing di perairan Pebuahan, wilayah yang dikenal rawan arus kuat dan sering menjadi korban badai musiman. Pada pukul 06.00 WITA, saat matahari mulai menyembul di ufuk timur, keduanya justru disuguhi pemandangan mengerikan: sebuah mayat mengapung tak berdaya di permukaan air, hanya beberapa meter dari pantai Desa Banyu Biru.

“Dalam sekejap, kami sadar itu bukan bangkai ikan atau puing kayu biasa. Tubuhnya mengambang dengan posisi telentang, dan kami langsung berpikir ini bisa jadi korban kecelakaan laut,” kenang Muhammad Tahfip saat diwawancarai di dermaga TPI Pengambengan. Dengan sigap, keduanya mencoba mengangkat jenazah ke perahu, tapi beratnya yang diperkirakan mencapai 70 kilogram membuat upaya itu gagal. Tak menyerah, Tahfip nekat turun ke air setinggi pinggang, mengikat kaki mayat dengan tali jangkar cadangan, lalu menariknya perlahan menuju perahu. Perjalanan panjang kembali ke pelabuhan memakan waktu hampir empat jam, tiba di TPI Pengambengan sekitar pukul 05.00 WITA, di mana warga langsung berkerumun dengan campuran rasa penasaran dan empati.
Kedua nelayan segera melaporkan temuan itu ke Satuan Polisi Airudara (Polairud) Polres Jembrana, memicu respons cepat dari aparat. Tim Polairud langsung mengoordinasikan dengan Unit Identifikasi dan Analisis Forensik (Inafis) Polres Jembrana untuk pengamatan awal di lokasi. “Kami memastikan keamanan area dan mencegah kerumunan yang bisa mengganggu proses identifikasi,” kata Kasat Polairud AKP Suparta saat dikonfirmasi. Jenazah, yang sementara disebut sebagai Mr. X, segera dievakuasi menggunakan ambulans ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Negara untuk otopsi mendalam dan identifikasi DNA. Dari deskripsi visual, korban adalah laki-laki dewasa dengan ciri khas pakaian nelayan: baju lengan panjang abu-abu, celana panjang putih, sepatu putih, kaos kaki bergambar ayam jago, serta badan yang dililit kain sarung cokelat – kemungkinan upaya adaptasi darurat di laut.
Baca juga : Polisi Jembrana Bongkar Budidaya Ganja “Rumahan” Berteknologi Tinggi Berbasis Impor Biji dari Luar Negeri
Hari yang sama, petang menjelang, Kapolres Jembrana AKBP Kadek Citra Dewi Suparwati, S.H., S.I.K., M.I.K., menggelar konferensi pers darurat di halaman Mapolres. Dengan nada penuh empati, ia mengumumkan identitas korban: Kasiyanto, seorang nelayan berusia 42 tahun asal Alas Porwo, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. “Hasil identifikasi awal dari otopsi dan koordinasi dengan pihak berwenang di Jawa menunjukkan bahwa ini adalah Kasiyanto, yang hilang sejak perahu nelayannya tenggelam akibat ombak besar dua hari lalu,” ungkap AKBP Citra Dewi, menambahkan bahwa keluarga korban telah dihubungi dan sedang dalam perjalanan ke Bali untuk konfirmasi akhir.
Tragedi ini menyoroti kerentanan nelayan di perairan Selat Bali, yang sering menjadi koridor migrasi ikan tapi juga medan perjuangan melawan cuaca ekstrem. Data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jembrana mencatat setidaknya 15 insiden serupa sepanjang 2025, dengan penyebab utama gelombang tinggi dan peralatan usang. Pakar oseanografi dari Universitas Udayana, Dr. I Wayan Gede, yang turut mengomentari kejadian ini, menekankan perlunya peningkatan sistem peringatan dini berbasis satelit. “Arus di Selat Bali bisa membawa mayat sejauh 50 kilometer dalam hitungan jam, seperti kasus ini. Ini pelajaran berharga untuk investasi di jaring pengaman nelayan, termasuk pelatihan evakuasi mandiri seperti yang dilakukan dua nelayan kita,” katanya.
Keluarga Kasiyanto, yang tiba di RSUD Negara sekitar pukul 20.00 WITA, akhirnya mengonfirmasi identitas melalui pengenalan visual dan sidik jari. Mereka menyampaikan rasa syukur atas keberanian Muhammad Tahfip dan Ahmad Fadil, yang kini dijadikan teladan oleh komunitas nelayan Pengambengan. Sementara itu, proses otopsi lanjutan diharapkan menghasilkan temuan tentang penyebab pasti kematian, yang diduga akibat hipotermia atau trauma benturan. Polres Jembrana berjanji mempercepat pemulangan jenazah ke Banyuwangi, sambil menyerukan kesadaran keselamatan di kalangan nelayan.
Kejadian ini, di tengah hiruk-pikuk aktivitas pelabuhan, menjadi pengingat getir bahwa laut memberi rezeki sekaligus ujian. Warga Pengambengan, yang biasa menyambut pagi dengan tawa dan jerat jala, kini merenungkan nasib saudara dari seberang selat – sebuah cerita yang menyatukan duka di dua pulau.
Pewarta : Kade NAL

