RI News Portal. Jakarta, 28 November 2025 – Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa layanan kesehatan bagi ribuan warga terdampak banjir bandang dan tanah longsor di sejumlah kabupaten di Aceh serta Sumatra Utara hingga saat ini masih dapat ditangani secara efektif oleh pemerintah daerah setempat. Pendekatan desentralisasi ini menjadi strategi utama Kemenkes dalam merespons bencana hidrometeorologi yang melanda wilayah barat Sumatra sejak akhir Oktober lalu.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes terus memantau perkembangan situasi secara real-time, namun belum menemukan indikasi perlunya intervensi langsung dari tingkat pusat. “Kami selalu standby di Pusat Krisis Nasional untuk memberikan back-up kepada Dinas Kesehatan Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Selama mereka masih mampu menangani, kami tidak akan mengambil alih operasional di lapangan,” ujar Menkes Budi dalam keterangan resmi hari ini.
Menurutnya, mekanisme ini merupakan wujud implementasi prinsip subsidiaritas dalam penanggulangan bencana kesehatan: kewenangan dan sumber daya dialokasikan pada tingkatan pemerintahan yang paling dekat dengan lokasi kejadian, dengan pusat berfungsi sebagai pendukung strategis. “Koordinasi yang cepat antara pusat dan daerah menjadi kunci. Jika ada eskalasi kasus yang melebihi kapasitas lokal—misalnya lonjakan kasus leptospirosis, diare akut, atau infeksi saluran pernapasan—kami akan langsung mengerahkan tim tambahan,” tambahnya.

Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan dan Ketahanan Kesehatan, Bayu Teja Muliawan, menjelaskan bahwa pengiriman tenaga kesehatan tambahan sudah dilakukan secara bertahap sejak pekan pertama November. “Kami mengirimkan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan masyarakat yang memiliki pengalaman penanganan bencana. Pengiriman disesuaikan dengan tingkat aksesibilitas wilayah yang masih terisolasi akibat jalan putus dan jembatan rusak,” ungkap Bayu.
Layanan kesehatan di lapangan saat ini difokuskan pada tiga pilar:
- Pelayanan kesehatan mobile yang mendekati posko-posko pengungsian,
- Penguatan kapasitas puskesmas dan rumah sakit rujukan daerah, serta
- Distribusi logistik obat-obatan dan alat kesehatan yang dilakukan secara bertahap melalui jalur udara dan darat ketika memungkinkan.
Hingga Jumat siang, data sementara Pusat Krisis Kesehatan mencatat lebih dari 68.000 warga terdampak di Aceh dan Sumatra Utara telah mendapatkan akses layanan kesehatan dasar. Kasus penyakit pasca-bencana yang paling banyak dilaporkan adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), gangguan kulit, dan diare, namun belum ada laporan klaster besar penyakit menular berbahaya yang memerlukan deklarasi kejadian luar biasa (KLB).
Baca juga : Tim KJRI Hong Kong Kembali ke Tai Po, Salurkan Bantuan Langsung kepada WNI Korban Kebakaran Besar
Para pakar kesehatan masyarakat menilai pendekatan Kemenkes kali ini menunjukkan pergeseran paradigma dari respons terpusat menuju respons berbasis kesiapsiagaan daerah yang lebih adaptif. “Desentralisasi seperti ini mengurangi waktu respons dan meminimalkan birokrasi lapis, selama sistem informasi dan komunikasi antar-level pemerintahan tetap terjaga,” kata epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, dalam wawancara terpisah.
Meski situasi dinilai terkendali, Kemenkes tetap mempertahankan status siaga penuh di Pusat Krisis Nasional hingga prakiraan cuaca BMKG menunjukkan penurunan intensitas hujan ekstrem di wilayah Sumatra bagian utara. “Kami tidak ingin lengah. Satu gelombang hujan besar lagi bisa mengubah situasi dalam hitungan jam,” tutup Menkes Budi.
Pewarta : Anjar Bramantyo

