RI News Portal. Jakarta, 17 November 2025 – Pemerintah Indonesia sedang menyusun draf Peraturan Presiden (Perpres) yang memungkinkan PT Pertamina Tbk. untuk mengakuisisi pasokan energi langsung dari penyedia asal Amerika Serikat (AS) tanpa melalui mekanisme lelang kompetitif. Kebijakan ini menjadi elemen kunci dalam rangkaian negosiasi tarif resiprokal bilateral, yang diharapkan menyelesaikan ketidakseimbangan perdagangan antarnegara.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pengecualian proses bidding hanya berlaku untuk entitas AS sebagai bentuk timbal balik atas konsesi tarif yang diberikan Washington. “Ini merupakan implementasi dari reciprocal tariff, sehingga terbatas pada perusahaan AS saja,” ungkap Airlangga saat sesi konferensi pers pada acara 13th US-Indonesia Investment Summit di Jakarta, Senin (17/11).
Menurut Airlangga, tahap negosiasi telah memasuki fase akhir, dengan fokus pada finalisasi legal drafting setelah pertukaran draf teks antarpihak. “Hampir seluruh substansi telah dibahas secara mendalam, dan kami telah menyampaikan versi kami kepada AS. Yang tersisa hanyalah penyempurnaan redaksi hukum,” jelasnya. Kesepakatan ini ditargetkan rampung sebelum akhir 2025, membuka peluang pembebasan tarif masuk bagi komoditas ekspor unggulan Indonesia yang tidak diproduksi secara domestik di AS.

Komoditas prioritas yang dipastikan mendapat pembebasan mencakup crude palm oil (CPO), karet alam, teh, dan kopi. Sementara itu, sektor tekstil serta alas kaki masih dalam tahap diskusi lanjutan, mengingat sensitivitas pasar domestik AS terhadap produk-produk tersebut.
Latar belakang kebijakan ini merujuk pada penyesuaian tarif AS terhadap impor Indonesia, yang sempat terancam naik hingga 32 persen namun akhirnya diturunkan menjadi 19 persen. Sebagai respons, Indonesia berkomitmen meningkatkan impor energi melalui Pertamina dengan nilai mencapai 15 miliar dolar AS. Langkah ini tidak hanya bertujuan menyeimbangkan neraca perdagangan, tetapi juga memperkuat diversifikasi sumber energi nasional di tengah fluktuasi harga komoditas global.
Di luar ranah perdagangan, paket kesepakatan mencakup alokasi investasi senilai 10 miliar dolar AS untuk proyek infrastruktur di Indonesia, termasuk pengembangan fasilitas produksi blue ammonia di wilayah AS. Investasi ini diharapkan menciptakan efek multiplier bagi sektor energi terbarukan dan industri pendukung.
Airlangga menekankan bahwa integrasi perdagangan dan investasi dalam kesepakatan ini akan mengembalikan keseimbangan neraca dagang bilateral, yang selama ini condong menguntungkan Indonesia akibat surplus ekspor komoditas primer. “Dengan paket komprehensif ini, posisi dagang kedua negara akan lebih setara, sekaligus membuka peluang kolaborasi jangka panjang di bidang energi dan manufaktur,” tuturnya.
Pengamat ekonomi internasional menilai kebijakan ini sebagai strategi pragmatis dalam konteks geopolitik perdagangan global, meski memerlukan pengawasan ketat untuk memastikan transfer teknologi dan manfaat bagi industri domestik. Pemerintah menyatakan akan melibatkan DPR dalam proses ratifikasi Perpres guna menjaga transparansi dan akuntabilitas.
Pewarta : Albertus Parikesit

