
RI News Portal. Nanga Pinoh, 21 September 2025 – Di tengah guyuran hujan yang tak kunjung reda sejak pekan lalu, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, kembali dihadapkan pada ujian alam yang menguji ketangguhan komunitas lokal. Banjir yang melanda sejak 16 September akibat luapan Sungai Cina dan Pinoh kini merangkak naik, merendam pemukiman di Kecamatan Sayan dan sekitarnya. Respons cepat dari aparat keamanan dan pemerintah daerah menjadi sorotan, dengan Kapolres Melawi AKBP Harris Batara Simbolon memimpin pemantauan langsung ke lokasi terdampak, menekankan koordinasi lintas instansi sebagai kunci penanganan berkelanjutan.
Pada Sabtu (19/9/2025), AKBP Harris Batara Simbolon, S.I.K., S.H., M.Tr.Opsla, didampingi para pejabat utama (PJU) Polres Melawi, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Melawi Rahmad Awalludin, Camat Sayan, Kapolsek Sayan, Camat Kota Baru, Danramil Sayan, serta tokoh masyarakat H. Suparmin dan H. Arbain, turun langsung ke Desa Nanga Sayan dan Desa Batu Begigi. Kunjungan ini bukan sekadar seremonial, melainkan upaya konkret untuk mengevaluasi kesiapan personel Polsek Sayan dalam mengantisipasi eskalasi banjir, sekaligus membangun rasa aman di kalangan warga yang terisolasi.

“Pemantauan langsung di Desa Nanga Sayan dan Desa Batu Begigi yang terdampak banjir serta kesiapan personel polsek dalam penanggulangannya,” ungkap AKBP Harris kepada awak media di lokasi, suaranya tegas di tengah gemericik air yang mengalir deras. Dari hasil inspeksi, situasi semakin mengkhawatirkan: debit air berangsur naik, dengan ketinggian genangan mencapai 50 hingga 150 sentimeter di beberapa rumah warga. Akses transportasi lumpuh total; jalan raya yang biasa dilalui sepeda motor, mobil, hingga truk kini tak bisa dilalui, memaksa warga beralih ke rakit sederhana dari bambu dan kayu untuk menjangkau kebutuhan pokok.
Fenomena ini bukanlah yang pertama bagi Melawi, di mana pola hujan lebat seperti yang diprediksi BMKG—dengan intensitas sedang hingga lebat mencapai 20-100 mm per hari—sering memicu luapan sungai. Banjir kali ini memperburuk kondisi abrasi di Desa Nanga Kompi, tak jauh dari lokasi pemantauan, di mana arus deras telah menggerus tepian sungai dan mengancam puluhan rumah tangga. “Saat kami melakukan pemantauan, debit air berangsur naik dan beberapa rumah warga terdampak banjir di ketinggian air antara 50 cm hingga 150 cm,” tambah Kapolres, menyoroti urgensi intervensi segera untuk mencegah korban jiwa.
Lebih dari sekadar data lapangan, kunjungan ini mencerminkan pendekatan holistik dalam manajemen bencana. Koordinasi yang telah diperkuat antara Polres Melawi, Forkopimcam, dan pemerintah desa tidak hanya fokus pada respons darurat, tetapi juga pencegahan jangka panjang. BPBD Melawi, di bawah Rahmad Awalludin, telah menyiagakan tim evakuasi dan logistik, sementara tokoh masyarakat seperti H. Suparmin dan H. Arbain berperan sebagai jembatan informasi ke warga, memastikan pesan keselamatan tersebar luas. “Polres Melawi beserta jajaran dan forkopimcam beserta pemerintah desa telah memperkuat koordinasi sebagai upaya penggulangan bersama,” pungkas AKBP Harris, menegaskan komitmen bersama untuk mengubah ancaman alam menjadi pelajaran kolektif.
Di tengah hiruk-pikuk pemantauan, suara warga setempat menambah dimensi manusiawi pada peristiwa ini. Ibu Siti, seorang petani di Desa Batu Begigi yang rumahnya terendam setinggi lutut, berbagi cerita tentang ketakutan anak-anaknya bermain di air keruh. “Airnya dingin dan deras, anak-anak suka main, tapi sekarang kami awasi ketat,” katanya, menggemakan himbauan Kapolres. AKBP Harris tak lupa menekankan pesan preventif: “Saya himbau kepada masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan dan selalu menjaga putra-putrinya saat bermain air sebagai upaya mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.” Pesan ini sejalan dengan status siaga darurat yang diterbitkan Bupati Melawi, mencakup lima desa di Kecamatan Tanah Pinoh yang juga terdampak, dengan potensi 770 kepala keluarga mengalami kerugian.
Secara lebih luas, banjir Melawi kali ini mengajak refleksi atas kerentanan wilayah pedalaman Kalimantan Barat terhadap perubahan iklim. Data BNPB mencatat peningkatan frekuensi bencana hidrometeorologi basah sejak Juli 2025, dengan hujan ekstrem yang tak hanya merendam lahan pertanian—penopang utama ekonomi lokal—tetapi juga mengganggu akses pendidikan dan kesehatan. Para pakar lingkungan menilai, tanpa investasi pada drainase berkelanjutan dan reboisasi tepi sungai, siklus banjir akan berulang, memperlemah ketahanan masyarakat Dayak dan Melayu yang telah beradaptasi turun-temurun.
Hingga kini, tim gabungan terus berjaga, dengan prakiraan BMKG menjanjikan potensi hujan sedang hingga 22 September. Bagi Melawi, pemantauan AKBP Harris bukan akhir, melainkan babak baru dalam narasi ketangguhan: di mana solidaritas aparat dan warga menjadi benteng terkuat melawan gelombang air yang tak terduga. Masyarakat diharapkan tetap patuh pada imbauan, sementara pemerintah pusat dan provinsi diharapkan turun tangan untuk solusi struktural yang lebih inklusif.
Prewarta : Lisa Susanti
