
RI News Portal, Sanggau, Kalimantan Barat 7 Juli 2025 — Rumah Betang Dorik Mpulor di Desa Sui Mawang, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, kembali menjadi pusat perayaan budaya Dayak melalui pembukaan resmi Gawai Dayak Nosu Minu Podi ke-XXI. Perhelatan adat ini secara simbolis dibuka oleh Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Drs. Krisantus Kurniawan, M.Si., dan akan berlangsung sejak 7 hingga 9 Juli 2025.
Gawai Nosu Minu Podi merupakan bentuk syukur pasca panen yang telah diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Dayak, khususnya bagi mereka yang menggantungkan hidup dari sistem pertanian berladang. Dalam konteks kebudayaan, gawai ini bukan semata seremoni, melainkan juga ekspresi identitas kolektif dan strategi perlawanan terhadap arus homogenisasi budaya di era modern.
Turut hadir dalam pembukaan acara sejumlah tokoh penting, antara lain mantan Bupati Sanggau dan Anggota DPR RI, Paulus Hadi, S.IP., M.Si., Bupati Sanggau Drs. Yohanes Ontot, M.Si., dan Wakil Bupati Sanggau, Susana Herpena, S.Sos., M.H., serta perwakilan dari 15 kecamatan se-Kabupaten Sanggau yang menjadi peserta kontingen.

Selama tiga hari, kegiatan gawai ini akan diisi dengan berbagai pertunjukan budaya lokal, termasuk pentas seni tradisional Dayak dari masing-masing kecamatan, serta ajang pemilihan Domamangk dan Domiya, yang merupakan bentuk pengakuan simbolik terhadap pemuda-pemudi Dayak yang dianggap merepresentasikan nilai, etika, dan estetika masyarakat Dayak kontemporer.
Dalam sambutannya, Wakil Gubernur Kalimantan Barat mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tetap menjaga dan melestarikan adat istiadat Dayak.
“Mari kita bersama-sama melestarikan adat istiadat, budaya, dan tradisi kita. Jangan sampai adat Dayak punah hanya karena perkembangan zaman,” ungkap Krisantus Kurniawan di hadapan peserta dan tamu undangan.
Gawai Nosu Minu Podi tahun ini tidak hanya dirancang sebagai ruang ekspresi budaya, tetapi juga forum konsolidasi antar-subkelompok Dayak yang tersebar di berbagai kecamatan. Dalam sudut pandang akademis, acara semacam ini berfungsi sebagai mekanisme regenerasi nilai-nilai lokal dan penguatan kultural di tengah tantangan globalisasi serta penetrasi budaya luar yang kian masif.
Baca juga : Misteri Lumpang Batu Kampung Nglumpang, Wonogiri: Legenda, Sakralitas, dan Kontestasi Ruang
Dari perspektif antropologi budaya, Gawai Nosu Minu Podi juga menjadi media pembelajaran lintas generasi yang memungkinkan terjadinya transfer pengetahuan lokal (local wisdom), baik dalam aspek kesenian, ritual, hingga kearifan ekologis berbasis praktik berladang dan relasi harmonis dengan alam. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa kebudayaan Dayak tidak statis, tetapi mampu merespons zaman dengan cara-cara yang adaptif.
Kegiatan ini menunjukkan bahwa Kabupaten Sanggau tetap menjadi salah satu sentra penting bagi penguatan jati diri masyarakat Dayak Kalimantan Barat. Gawai bukan sekadar nostalgia, melainkan langkah afirmatif untuk menjaga pluralitas dan keutuhan budaya bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pewarta : Eka Yuda

