
RI News Portal. Vatican City / Washington, 1 Oktober 2025 – Dalam pidato yang disiarkan secara luas dari Vatikan, Paus Leo XIV, pemimpin Gereja Katolik yang baru terpilih dari Amerika Serikat, secara terbuka memuji rencana perdamaian 20 poin yang diusulkan Presiden Donald Trump untuk mengakhiri konflik berdarah di Jalur Gaza, Palestina. Pernyataan ini, yang disampaikan pada Selasa pagi waktu Roma, menandai dukungan moral yang signifikan dari figur agama global terhadap inisiatif diplomatik AS, di tengah tekanan internasional yang kian menumpuk pada kelompok militan Hamas untuk menerima proposal tersebut.
Paus Leo, yang lahir di Chicago dan terpilih sebagai paus pertama dari Amerika Utara pada Mei lalu, menekankan bahwa rencana Trump mengandung “elemen-elemen yang sangat menarik” yang berpotensi membuka jalan bagi rekonsiliasi berkelanjutan. “Ini bukan sekadar dokumen politik, melainkan visi yang selaras dengan ajaran sosial Gereja tentang keadilan dan perdamaian,” ujarnya, merujuk pada warisan Paus Leo XIII dalam menangani isu sosial modern. Beliau menyatakan harapannya bahwa Hamas akan “menerimanya dalam jangka waktu yang telah ditentukan,” sebuah seruan yang datang hanya sehari setelah Trump memberikan ultimatum tiga hingga empat hari bagi kelompok tersebut untuk merespons, dengan ancaman konsekuensi berat jika ditolak.
Rencana Trump, yang diumumkan bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada Senin, menyerukan penghentian segera permusuhan, pembebasan semua sandera Israel yang ditahan Hamas dalam 72 jam, dan pelucutan senjata total bagi kelompok militan tersebut. Proposal ini juga mencakup pembentukan “Dewan Perdamaian” sementara yang dipimpin Trump sendiri, bekerja sama dengan pakar internasional termasuk mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, untuk mengelola bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi Gaza. Meski demikian, Hamas tidak dilibatkan dalam perundingan awal, dan tuntutan pelucutan senjata telah lama ditolak oleh mereka sebagai upaya melemahkan perlawanan Palestina.

Dukungan Paus Leo datang di saat yang krusial, ketika mediator regional seperti Qatar, Mesir, dan kini Turki mulai terlibat lebih dalam. Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed Al Ansari, Hamas telah menerima rencana tersebut malam sebelumnya dan berjanji untuk “mempelajarinya secara bertanggung jawab.” “Masih terlalu dini bagi kelompok tersebut untuk menanggapi,” tambah Al Ansari dalam konferensi pers di Doha, yang juga mengumumkan pertemuan bilateral Selasa ini dengan tim negosiasi Hamas, diikuti delegasi Turki dan Mesir. Pertemuan ini diharapkan membahas proposal secara mendalam, termasuk mekanisme bantuan yang mencakup rehabilitasi infrastruktur air, listrik, dan rumah sakit di Gaza.
Seorang pejabat senior Hamas, yang berbicara secara anonim kepada media karena keterbatasan wewenang, mengonfirmasi bahwa proposal telah diterima melalui mediator Mesir dan Qatar. “Kami akan mulai mempelajarinya bersama faksi-faksi Palestina lainnya melalui diskusi internal,” katanya. Pejabat itu menambahkan bahwa tidak ada indikasi pasti kapan tanggapan resmi akan dikeluarkan, meski tekanan dari sekutu Arab seperti Saudi, Yordania, dan Uni Emirat Arab—yang semuanya menyambut baik inisiatif Trump—membuat posisi Hamas semakin terjepit. “Kami menilai ini dengan itikad baik, tapi prioritas utama adalah melindungi hak rakyat Palestina,” tegasnya.
Latar belakang konflik ini berakar pada serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan memicu respons militer Israel yang telah menewaskan puluhan ribu warga Palestina, menurut otoritas kesehatan Gaza. Hingga kini, 48 sandera Israel masih ditahan, dengan 20 di antaranya diyakini masih hidup. Dukungan Paus Leo tidak hanya menambah legitimasi moral bagi rencana Trump, tapi juga mengingatkan dunia akan dimensi kemanusiaan yang sering terpinggirkan dalam negosiasi geopolitik.
Baca juga : Minahasa Bangun Sinergi Data-Driven: Forum BPJS Kesehatan Dorong Akses Kesehatan Merata Menuju UHC 2025
Analis hubungan internasional di Universitas Georgetown, Dr. Elena Vasquez, menyebut pernyataan paus sebagai “titik balik potensial.” “Sebagai paus Amerika, Leo XIV membawa perspektif unik: ia paham dinamika domestik AS di balik kebijakan Trump, sambil mempertahankan suara Gereja yang netral. Ini bisa mendorong Hamas untuk melihat proposal bukan sebagai ancaman, tapi peluang untuk dialog antaragama,” katanya. Vasquez juga menyoroti elemen inovatif seperti dialog antariman yang diusulkan dalam rencana, yang menekankan toleransi dan koeksistensi damai—sebuah pendekatan yang jarang muncul dalam proposal sebelumnya.
Sementara itu, di Gaza, situasi kemanusiaan tetap memprihatinkan. Laporan terbaru menyebutkan setidaknya 31 warga Palestina tewas akibat serangan Israel pada Selasa, sementara kematian akibat kelaparan dan malnutrisi mencapai 453 orang, termasuk 150 anak-anak. Otoritas Palestina di Tepi Barat menyambut “upaya tulus” Trump, meski skeptis terhadap kurangnya komitmen konkret soal negara Palestina. Delegasi PBB di New York juga mendesak percepatan, dengan Duta Besar Israel Danny Danon memperingatkan bahwa penolakan Hamas akan memicu “penyelesaian akhir” oleh Israel.
Pernyataan Paus Leo XIV, yang disampaikan di akhir audiensi umum mingguan, diakhiri dengan doa untuk korban di kedua belah pihak. “Perdamaian bukan mimpi, tapi tanggung jawab kita semua,” tutupnya. Sementara dunia menanti respons Hamas, sorotan kini tertuju pada pertemuan di Doha: apakah ini akan menjadi babak akhir konflik dua tahun, atau justru memicu eskalasi baru? Pengamat menilai, dukungan dari Vatikan bisa menjadi katalisator yang hilang untuk membangun kepercayaan di antara para pihak yang saling curiga
Pewarta : Setiawan Wibisono S.TH
