
“Tema ‘Memetri Bhumi Pertiwi’ menunjukkan bahwa masyarakat desa masih memiliki kesadaran ekologis yang tinggi, yang berakar pada kosmologi Jawa tentang hubungan manusia, alam, dan yang ilahi.”
RI News Portal. Trenggalek, 10 Mei 2025 — Kegiatan Bersih Desa Dusun Jogodayoh, Desa Karangrejo, Kecamatan Kampak, Trenggalek kembali diselenggarakan dengan semarak pada tanggal 10 Mei 2025 di kediaman Bapak Rebo, RT 33 RW 10. Mengusung tema “Memetri Bhumi Pertiwi” yang secara filosofis dimaknai sebagai Ambengan Bhumi Pertiwi—menyuguhkan sesaji dan penghormatan terhadap bumi sebagai ibu kehidupan—acara ini menjadi refleksi mendalam atas kearifan lokal masyarakat dalam menjaga hubungan spiritual dengan alam dan leluhur.
Sebagai tradisi tahunan, Bersih Desa di Kampak bukan sekadar seremoni, tetapi bentuk konkret pelestarian nilai-nilai budaya agraris yang telah berlangsung lintas generasi. Rangkaian kegiatan dimulai sejak pukul 13.00 WIB dan berlangsung hingga malam hari, dengan partisipasi aktif warga dari berbagai kalangan. Acara diawali dengan ziarah ke makam leluhur, dilanjutkan dengan campursari, sholawatan, dan puncaknya adalah pagelaran wayang kulit yang dibawakan oleh dalang lokal, Ki Sardi Carito.

Hadir dalam kegiatan ini Kepala Desa Karangrejo, Bapak Purwadi, S.Pd, didampingi para pamong desa, perwakilan Kepolisian Bapak Galih, serta perwakilan Koramil Bapak Kanti. Dukungan institusional ini menunjukkan bahwa budaya lokal mendapat tempat yang layak dalam struktur sosial dan pemerintahan desa.
Ritual Bersih Desa menjadi sarana masyarakat untuk mengungkapkan rasa syukur atas kemakmuran dan kesehatan yang diterima selama setahun terakhir. Dalam wawancara dengan awak media, seorang warga yang tidak bersedia disebutkan namanya menekankan pentingnya acara ini sebagai penjaga warisan budaya agar tidak punah. “Dengan adanya acara ini, budaya dan tradisi kita tidak akan dilupakan oleh generasi mendatang,” ujarnya.
Lebih dari itu, Bersih Desa memiliki makna spiritual sebagai bentuk penghormatan kepada kekuatan alam dan leluhur. Ini sejalan dengan pandangan kosmologis masyarakat Jawa yang menempatkan manusia dalam harmoni dengan alam (alam mikrokosmos dan makrokosmos).
Penampilan wayang kulit oleh Ki Sardi bukan sekadar hiburan, tetapi juga media edukasi budaya dan pembentukan karakter masyarakat. Cerita-cerita pewayangan menyiratkan nilai moral, etika sosial, dan pandangan hidup Jawa. Dalam konteks modern, wayang kulit menjadi simbol perlawanan terhadap pelupaan budaya dan globalisasi homogen.
Melalui tema “Memetri Bhumi Pertiwi”, masyarakat Jogodayoh menunjukkan bahwa tradisi bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dinamis dan adaptif terhadap zaman. Tradisi ini menjadi bentuk partisipasi kultural dalam menjaga keseimbangan ekologis dan spiritual, serta menjadi sarana regenerasi nilai-nilai lokal di tengah gempuran modernitas.
Kegiatan ini membuktikan bahwa desa masih memiliki daya hidup budaya yang kuat, dan bahwa pelestarian kebudayaan lokal bisa berjalan berdampingan dengan pembangunan.
Pewarta : Sugeng Rudianto

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal