RI News Portal. Padangsidimpuan, 1 November 2025 – Suasana tegang menyelimuti kawasan perkantoran di pusat Kota Padangsidimpuan pada Jumat lalu, ketika puluhan mahasiswa dari Pergerakan Mahasiswa Berantas Korupsi (PMBK) Tabagsel mendatangi kantor walikota dan polres setempat. Aksi demonstrasi yang dimulai sekitar pukul 10.30 WIB itu menyoroti dugaan penyimpangan anggaran dana desa di dua desa, Goti dan Sigulang, Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara, yang mencapai total hampir Rp 3 miliar untuk tahun 2024 dan 2025.
Peserta aksi, yang mayoritas berasal dari kalangan mahasiswa universitas negeri dan swasta di wilayah Tapanuli Selatan, membawa spanduk bertuliskan “Copot Kades Koruptor!” dan “Transparansi Dana Desa untuk Rakyat!” Mereka menuntut pemecatan segera terhadap kepala Desa Goti, Andi Putra, dan kepala Desa Sigulang, Anggara Muda Sakti, atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dana desa. Demonstrasi berlangsung damai, dengan dialog singkat antara perwakilan mahasiswa dan petugas keamanan, sebelum massa membubarkan diri sekitar pukul 13.00 WIB.
Khoirul Anwar Harahap, koordinator aksi PMBK Tabagsel, menegaskan bahwa tuntutan mereka didasari oleh temuan awal dari pengamatan lapangan dan dokumen publik yang menunjukkan ketidaksesuaian antara rencana anggaran dan realisasi proyek. “Dana desa ini seharusnya menjadi penopang pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan warga desa, bukan untuk kepentingan pribadi. Kami mendesak Walikota H. Letnan Dalimunthe, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, serta camat setempat untuk segera mencopot kedua kepala desa tersebut,” ujar Khoirul di hadapan massa.

Menurut data alokasi dana desa yang dirilis Kementerian Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 108 Tahun 2024, Desa Goti menerima Rp 793.921.000 pada 2024 dan Rp 983.172.000 pada 2025. Sementara Desa Sigulang dialokasikan Rp 676.944.000 untuk 2024 dan Rp 876.218.000 untuk 2025. Khoirul menyoroti beberapa pos anggaran yang mencurigakan, seperti alokasi untuk “keadaan mendesak” di Desa Goti yang mencapai Rp 99 juta pada 2024 dan Rp 72 juta pada 2025, serta di Desa Sigulang Rp 84,6 juta. “Pos ini sering menjadi celah untuk mark-up atau fiktif, padahal warga desa tidak merasakan manfaat nyata,” tambahnya.
Selain itu, Khoirul juga meminta Polres dan Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan untuk segera memanggil dan memeriksa kedua kepala desa. “Kami punya bukti awal berupa laporan masyarakat dan ketidakcocokan data proyek. Ini bukan isu sepele; ini soal amanah rakyat yang dilanggar,” tegasnya dalam pernyataan sikap yang dibacakan di depan gerbang kantor walikota.
Sementara itu, Muhammad Rahul Harahap, koordinator lapangan PMBK, menambahkan tuntutan khusus kepada camat Padangsidimpuan Tenggara. “Camat memiliki wewenang dalam merekomendasikan pencairan dana desa tahap demi tahap. Kami minta evaluasi mendalam terhadap kinerja kedua kepala desa, karena ada indikasi kelalaian dalam pengawasan. Warga desa sudah menunggu jalan irigasi yang rusak bertahun-tahun, tapi anggaran Rp 135 juta untuk rehabilitasi di Goti dan Rp 186 juta untuk peningkatan jalan di Sigulang seperti lenyap begitu saja,” katanya.
Baca juga : BI Luncurkan Tugu Uang Rupiah 3D di Renon, Simbol Cinta dan Kedaulatan Ekonomi
Aksi ini bukan yang pertama di wilayah Padangsidimpuan terkait isu dana desa. Beberapa bulan lalu, kasus serupa di desa tetangga sempat memicu sorotan publik, meski penyelesaiannya lambat. Demonstrasi PMBK Tabagsel kali ini juga mendapat dukungan dari warga lokal yang hadir secara spontan, termasuk petani dari Desa Goti yang mengeluhkan minimnya alat pertanian meski ada anggaran Rp 105 juta untuk peningkatan produksi tanaman pangan.
Hingga berita ini disiarkan, belum ada respons resmi dari kedua kepala desa maupun pihak pemerintah daerah. Walikota Padangsidimpuan dan camat setempat disebut sedang memeriksa laporan internal, sementara Polres Padangsidimpuan menyatakan akan menindaklanjuti tuntutan dengan pembentukan tim investigasi jika bukti kuat diajukan. Para aktivis PMBK berjanji akan menggelar aksi lanjutan jika tidak ada kemajuan dalam seminggu ke depan.
Kasus dugaan penyalahgunaan dana desa seperti ini mengingatkan pada kerentanan pengelolaan keuangan di tingkat desa, di mana transparansi sering kali menjadi korban birokrasi yang rumit. Dengan alokasi nasional mencapai Rp 71 triliun untuk 2025, pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan terus menekankan penguatan monitoring untuk mencegah fraud, termasuk sanksi penundaan pencairan bagi desa bermasalah. Di Padangsidimpuan, aksi mahasiswa ini diharapkan menjadi pemicu reformasi lokal yang lebih akuntabel, memastikan dana desa benar-benar mengalir ke akar rumput.
Pewarta : Adi Tanjoeng

