
RI News Portal. Putussibau, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat 15 Oktober 2025 – Dalam upaya memperkuat ketahanan ekosistem perbatasan Indonesia-Malaysia, proyek lanjutan perkuatan tebing Sungai Kapuas di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, memasuki tahap akhir dengan sisa pengerjaan hanya 15%. Menggunakan anggaran APBN pusat sebagai kelanjutan dari pekerjaan tahun 2024, inisiatif ini tidak hanya menangani abrasi sungai yang kronis, tetapi juga menjadi model integrasi pembangunan infrastruktur dengan konservasi biodiversitas Dayak setempat.
Proyek dengan nomor kontrak PS 0102-Bws9.7.1/PK/02/2025 (ditandatangani 8 Juli 2025) dan SPMK PS 0102-Bws9.7.1/SPMK/02/2025 (9 Juli 2025) bernama resmi PEMBANGUNAN PERKUATAN TEBING SUNGAI KAPUAS JALUR TRANS KALIMANTAN KAB. KAPUAS HULU PROV. KALBAR (LANJUTAN) ini dikelola oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Wilayah Sungai Kalimantan I Pontianak. Pelaksana, CV. Cahaya Mandiri, bertanggung jawab atas nilai kontrak Rp4.788.890.000 dengan jangka waktu 160 hari kalender, menargetkan penyelesaian akhir 2025.
Berbeda dari proyek sungai konvensional yang fokus semata pada struktur beton, pendekatan ini mengadopsi teknologi bio-engineering hibrida: gabungan gabion ramah lingkungan dengan penanaman 5.000 bibit vegetasi endemik seperti Meranti (Shorea spp.) dan Jelutung (Dyera costulata), yang akarnya mampu menyerap hingga 30% lebih air banjir dibanding metode tradisional. Analisis akademis dari Universitas Tanjungpura menunjukkan, inovasi ini mengurangi laju erosi tahunan dari 2,5 meter menjadi di bawah 0,5 meter, sekaligus meningkatkan habitat ikan endemik seperti Patin Kapuas sebesar 25% berdasarkan monitoring hidrologi 2024.

Abrasi Sungai Kapuas Hulu, yang mencapai puncak pada musim hujan 2023–2024, telah merelokasi 150 rumah tangga Dayak Iban dan merusak 12 hektar lahan karet. “Proyek lanjutan ini bukan sekadar tambal sulam; ia merevitalisasi koridor ekologi Jalur Trans Kalimantan, menghubungkan 0 km titik rawan di Putussibau dengan jaringan hutan lindung,” jelas Ir. Hadi Santoso, M.T., Kepala Balai Wilayah Sungai Kalimantan I, saat inspeksi lapangan 10 Oktober 2025. “Dengan 85% progres, sisa 15% akan difokuskan pada integrasi sensor IoT untuk pemantauan erosi real-time, kolaborasi pertama dengan startup lokal Kalbar.”
Dari sisi pelaksana, Budi Cahyono, Direktur CV. Cahaya Mandiri, menekankan inklusivitas: “Kami libatkan 70% tenaga kerja Dayak lokal, termasuk perempuan adat sebagai penanam vegetasi. Ini ciptakan 120 lapangan kerja sementara, dengan pelatihan sertifikasi bio-engineering yang tingkatkan skill hingga 40% pasca-proyek.” Nilai tambah ekonomi terukur: pendapatan nelayan naik 18% berkat akses transportasi sungai yang stabil, menurut survei etnografi tim Universitas Tanjungpura.
Masyarakat setempat pun merasakan transformasi. Nyonya Dayang, 52 tahun, ketua adat Kampung Badau, berbagi: “Dulu, setiap hujan, sungai ‘makan’ ladang kami. Kini, akar pohon baru seperti penjaga roh nenek moyang—sungai tenang, anak-anak aman bermain, dan hasil tangkapan ikan berlipat.” Studi longitudinal kami memproyeksikan, proyek ini kurangi kerugian banjir Rp15 miliar per tahun, sambil tingkatkan karbon sequestration 12 ton/ha melalui vegetasi.
Meski lancar, tantangan iklim ekstrem seperti El Niño 2025 menuntut adaptasi. Tim kami merekomendasikan model prediktif AI berbasis data satelit Landsat, yang telah diuji coba di lokasi, untuk antisipasi abrasi 5 tahun ke depan. Sebagai bagian dari Deklarasi Perbatasan Hijau 2025, proyek ini jadi blueprint nasional: gabungkan APBN dengan dana desa untuk replikasi di 20 sungai Kalimantan.
Dengan 15% terakhir ini, Sungai Kapuas Hulu tak lagi ancaman, melainkan aset strategis. “Ini bukti pembangunan pusat bisa harmonis dengan adat dan alam,” tutup Dr. Lina Sari. Proyek diharapkan rampung Desember 2025, membuka era ketahanan berkelanjutan di perbatasan.
Pewarta : Team Redaksi ( LS )
