
RI News Portal. Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi investasi fiktif yang menyeret PT Insight Investments Management (IIM) sebagai tersangka korporasi. Pada Selasa (15/7/2025), penyidik KPK memanggil Komisaris Utama PT IIM, Anak Agung Gde Wisnu Wardhana (AAGW), sebagai saksi kunci dalam pengembangan perkara.
Menurut keterangan resmi yang disampaikan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, AAGW diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, untuk dimintai keterangan terkait peran dan tanggung jawab struktural dalam korporasi selama periode terjadinya dugaan tindak pidana korupsi.
“Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama AAGW, Komisaris Utama PT IIM,” ujar Budi dalam pernyataan yang dikonfirmasi media.
Selain AAGW, KPK turut memanggil analis investasi muda di PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen), berinisial HNT, yang diketahui bernama lengkap Hernatasa. Pemanggilan ini dilakukan untuk menelusuri alur penempatan dana investasi oleh BUMN asuransi tersebut ke PT IIM.

KPK sebelumnya mengumumkan pada 8 Maret 2024 bahwa telah terjadi dugaan korupsi investasi fiktif oleh PT Taspen dengan menempatkan dana sebesar Rp1 triliun ke dalam skema investasi yang tidak memiliki dasar analisis keuangan yang layak dan indikasi manipulatif.
Dalam konstruksi kasus yang disampaikan KPK, modus yang dilakukan melibatkan pemalsuan dokumen investasi, penggelembungan nilai aset, dan kolusi antara pejabat internal Taspen dengan eksekutif PT IIM. Akibatnya, dana investasi yang semestinya menghasilkan keuntungan bagi dana pensiun aparatur negara justru mengalami kerugian signifikan.
KPK telah menetapkan dua tersangka perorangan dalam perkara ini, yakni Antonius Kosasih, mantan Direktur Utama Taspen, serta Ekiawan Heri Primaryanto, Direktur Utama PT IIM periode 2016–2024. Keduanya diduga menjadi aktor utama dalam proses penempatan dana tanpa analisis risiko dan tanpa proses due diligence yang semestinya dijalankan secara ketat.
Pada 20 Juni 2025, KPK mengambil langkah strategis dengan menetapkan PT Insight Investments Management sebagai tersangka korporasi. Penetapan ini dilakukan dalam rangka pertanggungjawaban pidana korporasi sesuai dengan prinsip hukum pidana modern yang memungkinkan entitas hukum (bukan hanya individu) untuk dimintai pertanggungjawaban.
Penetapan korporasi sebagai tersangka mencerminkan langkah progresif dalam pemberantasan korupsi, sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Putusan Mahkamah Agung terkait corporate criminal liability.
Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Prof. Erman Rajagukguk, dalam beberapa kesempatan menekankan pentingnya pendekatan pidana korporasi untuk mencegah impunitas atas kejahatan kerah putih (white collar crime). “Penyidikan terhadap korporasi adalah bentuk reformasi penegakan hukum ekonomi yang menuntut transparansi dan akuntabilitas institusional,” ujarnya.
Kasus ini juga menjadi alarm keras terhadap tata kelola keuangan dan praktik investasi di tubuh BUMN, khususnya perusahaan yang mengelola dana publik seperti Taspen. Etika investasi publik menuntut adanya prinsip kehati-hatian, transparansi, serta pertanggungjawaban sosial (social accountability) yang tinggi.
Pengamat kebijakan publik dari LIPI, Dr. Yuliana Widiastuti, menyatakan bahwa investasi BUMN, terutama yang mengelola dana pensiun, harus tunduk pada prinsip fiduciary duty, atau kewajiban untuk bertindak demi kepentingan terbaik para pensiunan ASN. “Jika prinsip ini dilanggar, maka bukan hanya korupsi yang terjadi, tetapi pengkhianatan terhadap kepercayaan publik,” ujarnya.
Pemanggilan AAGW sebagai Komisaris Utama PT IIM memperluas ruang penyidikan untuk mengungkap seberapa dalam keterlibatan pimpinan puncak korporasi dalam skema investasi fiktif ini. Jika terbukti, konsekuensi hukumnya tidak hanya mencakup sanksi pidana dan perdata, melainkan juga potensi pencabutan izin usaha dan blacklist terhadap korporasi di sektor keuangan.
KPK diharapkan tidak hanya berhenti pada pemrosesan individu dan korporasi, tetapi juga mendorong reformasi sistem pengawasan investasi BUMN yang lebih efektif dan transparan. Dengan begitu, kasus seperti ini tidak akan kembali terulang dan menggerogoti dana publik yang semestinya menjamin kesejahteraan para abdi negara di masa tua mereka.
Pewarta : Yudha Purnama
