
RI News Portal. Jakarta, 15 September 2025 – Di tengah hiruk-pikuk politik nasional yang semakin memanas menjelang pemilu mendatang, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggali akar dugaan korupsi dalam proyek infrastruktur kereta api. Hari ini, lembaga antirasuah itu kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Yoseph Aryo Adhi Dharmo, Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Kesekretariatan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDIP). Sebagai saksi, Adhi Dharmo dicecar pertanyaan terkait kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) dan kini melebar ke berbagai wilayah di Indonesia.
Pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, markas besar lembaga yang kerap menjadi saksi bisu berbagai skandal korupsi elite. “Yoseph sudah hadir dan sedang menjalani pemeriksaan oleh penyidik,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam konferensi pers singkat pagi tadi. Meski detail pertanyaan tidak diungkap secara gamblang demi menjaga kerahasiaan penyidikan, sumber internal KPK mengindikasikan bahwa fokusnya adalah pada dugaan korupsi pembangunan jalur kereta api di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan, khususnya wilayah Jawa Timur.

Adhi Dharmo bukan nama baru dalam radar KPK. Politisi PDIP ini telah beberapa kali dipanggil sebelumnya, termasuk pada 16 Agustus 2024 dan 18 Juli 2024. Dalam sesi-sesi sebelumnya, penyidik mendalami perannya sebagai Kepala Sekretariat Tim Pemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pemilihan Presiden 2019. Menariknya, Adhi sempat menyebut nama Budi Karya Sumadi, Menteri Perhubungan saat itu, yang disebutnya bertanggung jawab atas operasional Rumah Aspirasi—sebuah entitas yang diduga terkait dengan alur dana kampanye dan proyek infrastruktur. Pernyataan ini menambah lapisan kompleksitas, menggabungkan elemen politik elektoral dengan praktik korupsi sistemik.
Tak hanya Adhi Dharmo, KPK juga memanggil dua saksi lain hari ini: Linawati, staf Koordinator Pengadaan Transportasi Darat dan Kereta Api di Kementerian Perhubungan, serta Zulfikar Tantowi, Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa pada Biro LPPBMN. Pemanggilan ini merupakan kelanjutan dari rangkaian penyidikan yang telah menjerat sejumlah tokoh PDIP dan pejabat terkait. Sebelumnya, pada 4 September 2024, politisi PDIP Lasarus diperiksa, diikuti oleh anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP, Sadarestuwati, pada 23 Agustus 2024. Keduanya dicecar mengenai pengetahuan mereka tentang proyek-proyek di lingkungan DJKA, menyoroti potensi keterlibatan fraksi partai dalam pengawasan infrastruktur.
Baca juga : Tim Inklusif untuk Percepatan Hutan Adat: Langkah Strategis Kementerian Kehutanan
Kasus ini berawal dari OTT yang menjerat Dion Renato Sugiarto, pemilik PT Istana Putra Agung. Dion diduga menyuap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Semarang, sebuah modus klasik dalam korupsi pengadaan barang dan jasa. Dari titik awal itu, penyidikan KPK melebar seperti jaring laba-laba: mencakup proyek pembangunan jalur kereta api di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatra, hingga Sulawesi. Ini bukan sekadar kasus suap lokal; ia mencerminkan pola korupsi struktural di sektor transportasi, di mana tender proyek sering kali menjadi arena pertarungan kepentingan politik dan bisnis.
Dalam konteks lebih luas, pengembangan kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang integritas sistem pengadaan infrastruktur nasional. Proyek kereta api, yang seharusnya menjadi tulang punggung konektivitas ekonomi, justru rawan disusupi oleh praktik kolusi dan nepotisme. Para analis hukum menilai bahwa keterlibatan tokoh-tokoh politik seperti dari PDIP bisa menjadi ujian bagi partai berlambang banteng itu, terutama dalam menjaga citra antikorupsi di mata publik. Namun, hingga kini, KPK menekankan bahwa semua pihak yang dipanggil hanyalah saksi, bukan tersangka—sebuah pengingat bahwa penyidikan masih berlangsung dan bukti harus dikumpulkan secara teliti.
KPK, di bawah kepemimpinan saat ini, tampaknya semakin agresif dalam menangani kasus-kasus besar yang melibatkan elite politik. Langkah ini diharapkan tidak hanya membongkar jaringan korupsi, tapi juga mendorong reformasi tata kelola di Kementerian Perhubungan. Sementara itu, masyarakat menanti perkembangan selanjutnya: apakah kasus ini akan mengungkap nama-nama besar lain, atau justru menjadi pelajaran bagi pencegahan korupsi di masa depan?
Pewarta : Yudha Purnama
