RI News Portal. Jakarta, 3 November 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi membuka penyidikan baru atas dugaan korupsi dalam pengadaan minyak mentah dan produk jadi kilang minyak oleh Pertamina Energy Trading Ltd. (Petral) atau PT Pertamina Energy Services Pte. Ltd. (PES) pada periode 2009-2015. Pengumuman ini menandai eskalasi signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor energi nasional, dengan potensi kerugian negara yang diperkirakan mencapai triliunan rupiah berdasarkan analisis awal dokumen internal.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa penyidik telah mengidentifikasi indikasi tindak pidana korupsi tambahan yang menyebabkan kerugian keuangan negara. “Penyidik menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi lainnya berupa kerugian negara yang diakibatkan dari pengadaan minyak mentah dan produk jadi kilang pada periode 2009-2015,” katanya dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Senin siang.
Menurut Budi, KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk mendalami kasus ini. Langkah ini didasari pada pengembangan dua perkara sebelumnya yang mulai diselidiki sejak Oktober 2025. Pertama, kasus dugaan suap dalam pengadaan katalis di PT Pertamina (Persero) untuk tahun anggaran 2012–2014, di mana salah satu tersangka adalah Chrisna Damayanto (CD). Chrisna, yang menjabat sebagai Direktur Pengolahan Pertamina pada 2012-2014, juga merangkap sebagai Komisaris Petral, posisi yang memungkinkan pengaruh langsung terhadap keputusan pengadaan.

Kedua, pengembangan dari perkara dugaan suap terkait perdagangan minyak dan produk jadi kilang minyak pada 2012-2014, melibatkan Bambang Irianto sebagai Managing Director PT PES periode 2009-2013. Bambang sebelumnya menjabat Direktur Utama Petral hingga digantikan pada 2015, periode yang tumpang tindih dengan praktik pengadaan yang kini disorot.
Dalam tahap awal, KPK telah memeriksa sejumlah saksi dan pihak terkait, serta mengkaji dokumen-dokumen krusial seperti kontrak pengadaan, laporan keuangan, dan catatan transaksi internasional. “Dalam penyidikan ini, KPK juga sudah melakukan pemeriksaan kepada beberapa saksi dan pihak terkait, serta telah mempelajari sejumlah dokumen terkait perkara tersebut,” tambah Budi.
Kasus ini menyoroti kerentanan struktural di anak perusahaan Pertamina yang beroperasi di luar negeri, khususnya di Singapura, di mana Petral dan PES menjadi pintu masuk impor minyak mentah dan produk jadi. Periode 2009-2015 dikenal sebagai era di mana volume impor energi Indonesia melonjak tajam akibat ketergantungan pada pasokan global, menciptakan celah bagi praktik korupsi seperti mark-up harga, kolusi dengan supplier asing, atau penyimpangan dalam tender.
Baca juga : Prabowo Panggil Jonan ke Istana, Sinyal Pencarian Jalan Tengah untuk Krisis Utang KCJB
Analisis akademis terhadap pola korupsi serupa di sektor minyak dan gas menunjukkan bahwa kerugian negara sering kali timbul dari mekanisme pengadaan yang tidak transparan, di mana pejabat tinggi merangkap jabatan antar-entitas. Studi dari Institut Kajian Korupsi dan Reformasi Sektor Publik (2023) memperkirakan bahwa korupsi di rantai pasok energi nasional dapat mencapai 15-20% dari nilai kontrak, setara dengan miliaran dolar AS dalam kasus skala besar seperti ini.
Pengembangan kasus dari dua perkara sebelumnya mengindikasikan strategi KPK dalam membangun jejaring bukti yang saling terkait. Chrisna Damayanto, misalnya, diduga memanfaatkan posisi gandanya untuk mempengaruhi alokasi kontrak, sementara Bambang Irianto terlibat dalam pengelolaan operasional yang memfasilitasi transaksi mencurigakan. Hingga kini, KPK belum mengumumkan tersangka baru, tetapi penyelidikan dokumen diharapkan mengungkap alur dana dan pihak-pihak penerima manfaat.

Kasus Petral-PES bukanlah yang pertama di Pertamina; reformasi pasca-2015 telah membubarkan Petral dan mengintegrasikan fungsinya ke entitas domestik untuk meningkatkan akuntabilitas. Namun, pengungkapan ini menegaskan bahwa dampak korupsi masa lalu masih relevan, terutama di tengah transisi energi nasional menuju sumber terbarukan. Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Dr. Andi Hamzah, dalam wawancara terpisah menyatakan bahwa penyidikan semacam ini krusial untuk pemulihan aset negara melalui mekanisme non-penal seperti pengembalian kerugian.
KPK menegaskan komitmennya untuk menuntaskan penyidikan secara profesional, dengan potensi perluasan ke aktor lain di luar Pertamina. Masyarakat diimbau untuk mendukung proses hukum ini melalui pelaporan informasi kredibel. Perkembangan lebih lanjut akan dipantau ketat, mengingat implikasi luas terhadap stabilitas fiskal negara di sektor energi.
Pewarta : Yudha Purnama

