RI News Portal. Kendal, 2 November 2025 – Dua pedagang perempuan skala kecil mendatangi kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) sebuah organisasi masyarakat di Kabupaten Kendal pada awal pekan ini untuk melaporkan dugaan pengusiran yang dilakukan oleh oknum kelompok paguyuban di Kawasan Industri Kendal (KIK), Kecamatan Brangsong. Kasus ini menyoroti isu diskriminasi berbasis asal daerah yang berpotensi mengganggu harmoni sosial di wilayah industri strategis tersebut.
Kedua pedagang, yang enggan disebutkan identitasnya demi alasan keamanan, mengaku diusir dari lokasi berjualan karena dianggap bukan penduduk asli Brangsong. Mereka menyatakan bahwa tindakan tersebut menghambat mata pencaharian sehari-hari dan meminta perlindungan hukum dari organisasi masyarakat yang dikenal aktif membela kelompok rentan. Pengaduan ini menjadi pintu masuk bagi penelusuran lebih lanjut, mengungkap pola serupa yang dialami puluhan pedagang lain.
Tim satuan tugas organisasi tersebut segera melakukan verifikasi lapangan dan mendapati setidaknya 29 pedagang kecil lainnya menghadapi perlakuan identik. Para korban, yang mayoritas berjualan kebutuhan pokok seperti makanan ringan dan minuman di pinggir kawasan industri, menyatakan bahwa pengusiran dilakukan secara verbal dan fisik ringan, dengan alasan prioritas bagi warga lokal. “Kami hanya ingin mencari nafkah, tapi terus dianggap pendatang yang mengganggu,” ungkap salah satu pedagang yang ikut mengadukan nasibnya.

Respons cepat datang melalui proses mediasi yang melibatkan perwakilan paguyuban setempat serta Kasatuan Intelijen Kepolisian Resor Kendal. Dalam pertemuan yang berlangsung di lokasi kejadian, disepakati bahwa seluruh pedagang diperbolehkan kembali beroperasi tanpa syarat asal daerah. Kesepakatan ini mencerminkan prinsip inklusivitas ekonomi di kawasan industri yang seharusnya mendukung pertumbuhan bersama.
Namun, dinamika mediasi tidak sepenuhnya mulus. Salah satu anggota paguyuban melontarkan pernyataan provokatif yang memanaskan suasana, berpotensi memicu eskalasi. Ketegangan berhasil diredam setelah pimpinan organisasi masyarakat turun tangan secara langsung, menekankan dialog damai dan menghindari konfrontasi fisik. Pendekatan ini menunjukkan peran krusial aktor non-pemerintah dalam menyelesaikan konflik horizontal di tingkat lokal.
Agus Pajero, Ketua DPC organisasi masyarakat terkait, menekankan urgensi penyelesaian tanpa kekerasan. “Konflik seperti ini bisa membesar jika tidak ditangani secara bijak. Kami mendorong semua pihak untuk menahan emosi dan fokus pada solusi yang adil,” katanya. Ia进一步 menyerukan penguatan koordinasi antarlembaga, termasuk organisasi masyarakat, kelompok paguyuban, dan aparat keamanan, guna mencegah rekurensi di masa depan. Menurutnya, mekanisme ini esensial untuk menjaga ketertiban di KIK, yang menjadi pusat aktivitas ekonomi Kabupaten Kendal.
Baca juga : Pemdes Sugihan Resmikan Pasar Rakyat untuk Dongkrak Ekonomi Lokal
Kasus ini mengilustrasikan tantangan integrasi sosial di kawasan industri berkembang, di mana migrasi tenaga kerja sering memicu friksi antara penduduk asli dan pendatang. Pakar sosiologi dari universitas lokal yang enggan disebut namanya menyatakan bahwa diskriminasi berbasis etnis atau asal daerah dapat menghambat pembangunan inklusif, sebagaimana diamati dalam studi serupa di wilayah industri Jawa Tengah. “Perlunya regulasi yang jelas tentang hak berusaha bagi semua warga, tanpa memandang domisili, untuk mendukung stabilitas ekonomi,” ujarnya.
Pihak berwenang setempat belum memberikan pernyataan resmi, tetapi mediasi ini menjadi preseden positif bagi penanganan konflik serupa. Organisasi masyarakat berjanji akan terus memantau implementasi kesepakatan, memastikan para pedagang dapat berjualan tanpa ancaman. Kejadian ini menjadi pengingat akan pentingnya dialog lintas sektor dalam menjaga perdamaian di tengah dinamika pertumbuhan industri.
Pewarta : Miftahkul Ma’na

