
RI News Portal. Jakarta 3 Oktober 2025 – Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa pengesahan kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di bawah Muhammad Mardiono sebagai Ketua Umum telah memenuhi prosedur administratif yang ketat, termasuk verifikasi dokumen melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH). Pernyataan ini disampaikan Supratman saat berbicara dengan wartawan di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, pada Jumat (3/10/2025), di tengah gelombang penolakan dari kubu Agus Suparmanto yang menyebut surat keputusan (SK) tersebut cacat hukum.
Menurut Supratman, pendaftaran kepengurusan Mardiono dilakukan pada 30 September 2025, dan menjadi satu-satunya akses awal ke SABH. Pada 1 Oktober 2025 pukul 10.00 WIB, setelah dokumen lengkap diverifikasi sesuai Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) hasil Muktamar IX di Makassar, SK diterbitkan. “Kami tidak menerima satu pun surat pengaduan sebelumnya dari pihak mana pun. Kubu Pak Agus dan Mahkamah Partai PPP menyatakan tidak ada masalah internal, sehingga kami sahkan,” tegas Supratman, menambahkan bahwa keputusan ini bersifat tata usaha negara dan bisa digugat melalui mekanisme hukum jika ada keberatan.
Proses ini, lanjut Supratman, tidak berbeda dengan pengesahan partai lain seperti Golkar yang hanya memakan waktu dua jam atau PKB tiga jam, asal dokumen lengkap. Ia menekankan bahwa SK sudah ditandatangani sebelum kubu lain mendaftar sore hari, menolak tudingan bahwa proses terlalu cepat. “Ini justru lebih lambat dibanding kasus sebelumnya; semua partai diperlakukan sama,” ujarnya, sambil mempersilakan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika diperlukan.

Namun, pengesahan ini memicu reaksi keras dari kubu Agus Suparmanto. Ketua Majelis Pertimbangan PPP Muhammad Romahurmuziy (Rommy) menyatakan penolakan tegas atas SK yang menetapkan Mardiono sebagai Ketua Umum dan Imam Fauzan Amir Uskara sebagai Sekjen. Dalam pernyataan resminya, Rommy menyebut SK tersebut cacat hukum karena mengabaikan delapan poin syarat dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) RI No. 34 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan AD/ART, serta Kepengurusan Partai Politik.
“Poin keenam yang krusial adalah surat keterangan tidak adanya perselisihan internal dari Mahkamah Partai, yang tidak pernah diterbitkan untuk Mardiono,” kata Rommy, menambahkan bahwa Mahkamah Partai di bawah Ade Irfan Pulungan tidak pernah mengeluarkan dokumen tersebut. Ia juga menyoroti bahwa SK bertentangan dengan hasil Silaturahmi Nasional Alim Ulama pada 8 September 2025 di Ponpes KHAS Kempek, Cirebon, di mana ulama PPP menolak Mardiono melanjutkan kepemimpinan.
Rommy, mewakili seluruh muktamirin dan kader PPP, mengancam langkah politik, administratif, hingga gugatan hukum untuk membatalkan SK. “Kami telah kirim surat keberatan dan permintaan audiensi ke Menkum; ini mengabaikan fakta Muktamar X yang kacau, tanpa aklamasi sah untuk Mardiono,” tegasnya. Penolakan ini didukung elite senior PPP seperti Zarkasih Nur dari Majelis Kehormatan, yang menilai proses pemilihan melanggar jadwal dan aturan kongres.
Baca juga : ‘Peaky Blinders’ Mengukir Babak Baru: Film ‘The Immortal Man’ dan Serial Lanjutan Siap Mengguncang
Konflik ini berakar dari Muktamar X PPP di Ancol, Jakarta Utara, pada 27 September 2025, yang berujung dualisme klaim kepemimpinan antara Mardiono dan Agus Suparmanto. Kubu Agus menyerahkan dokumen sore 1 Oktober, setelah SK Mardiono terbit, sementara Mardiono mengklaim legitimasi dari muktamar sebelumnya. Pengamat politik menilai pengesahan pemerintah berpotensi memperburuk fragmentasi partai, mengingat PPP harus menyatukan visi jelang Pemilu 2029.
Hingga kini, kubu Mardiono berharap tidak ada gugatan lebih lanjut, sementara kubu Agus siap bertarung di ranah hukum. Kementerian Hukum tetap pada posisi netral administratif, menunggu dinamika selanjutnya.
Pewarta : Yudha Purnama
