RI News Portal. Sumbusalam 26 Oktober 2025 – Momentum Konferensi Pemuda Parlemen Indonesia 2025 menjadi panggung bagi delegasi dari 38 provinsi untuk menyuarakan aspirasi daerah. Salah satu yang mencuri perhatian adalah orasi Reza Fahlevi, pemuda asal Subulussalam, Aceh, yang mewakili provinsinya. Dalam sidang di ruang Komisi II DPR RI, Reza dengan tegas menyampaikan penolakan terhadap kebijakan pemotongan dana Transfer ke Daerah (TKD) oleh Kementerian Keuangan serta mendorong perpanjangan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh. Acara ini turut dihadiri Ketua DPD RI, Sutan B. Najamudin.
Reza, yang juga alumni Golkar Institute, menyoroti dampak kebijakan pemotongan TKD yang dinilainya menghambat akselerasi pembangunan daerah. “Pemangkasan TKD, khususnya Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH), sebesar 25% di Aceh, menciderai spirit otonomi daerah,” ujarnya. Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya berdampak pada Aceh, tetapi juga pada seluruh daerah di Indonesia yang bergantung pada dana tersebut untuk pembangunan.
Lebih lanjut, Reza mempertanyakan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam. Ia menegaskan bahwa daerah, sebagai penyumbang besar pendapatan negara melalui sektor migas, mineral dan batubara, serta perkebunan, justru tidak mendapatkan porsi Dana Bagi Hasil yang sebanding. “Hasil bumi daerah seharusnya dinikmati masyarakat setempat, bukan dipangkas habis-habisan oleh pusat. Ini memicu ketidakadilan,” tegasnya.

Reza juga mengkritik kebijakan pemotongan TKD sebagai langkah yang bertentangan dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah, sebagaimana diamanatkan Pasal 18A ayat (2) UUD 1945 dan UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Ia menilai kebijakan ini tidak selaras dengan visi Asta Cita Presiden Prabowo, khususnya poin penguatan desentralisasi. “Pemerintah pusat menyerahkan 32 urusan pemerintahan ke daerah berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014, tetapi tanpa pendanaan yang memadai. Idealnya, alokasi TKD minimal setengah dari APBN,” katanya.
Dalam forum tersebut, Reza mengajak seluruh daerah untuk bersolidaritas menolak pemotongan TKD. Ia menegaskan bahwa kabupaten/kota dan provinsi adalah garda terdepan pelayanan publik. “Saya mendesak Kementerian Keuangan untuk menghapus kebijakan ini,” ujarnya dengan nada tegas.
Selain isu TKD, Reza juga menyoroti urgensi perpanjangan Dana Otsus Aceh. Ia menegaskan bahwa dana ini bukan sekadar alokasi anggaran, melainkan simbol komitmen perdamaian dan persatuan. “Otsus Aceh, yang telah berjalan sejak 2008, adalah denyut jantung pembangunan dan kesejahteraan rakyat Aceh. Ini wujud menjaga perdamaian pasca-konflik,” katanya. Reza menyuarakan keresahan kolektif bersama Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf dan Dek Fadh, yang juga menolak pemotongan TKD 2026. Menurutnya, Aceh masih membutuhkan dana tersebut untuk mempercepat pembangunan dan mewujudkan kesejahteraan.
“Dana Otsus harus diperpanjang untuk merawat semangat perdamaian dan menjaga Aceh sebagai bagian tak terpisahkan dari Indonesia,” tutup Reza, mengakhiri penyampaiannya dengan nada penuh keyakinan. Aspirasi ini diharapkan menjadi titik tolak diskusi lebih lanjut untuk memastikan keadilan fiskal dan keberlanjutan pembangunan daerah.
Pewarta : Jaulim Saran

