RI News Portal. Lampung Timur – Seekor gajah Sumatera betina bernama Dona, berusia sekitar 45 tahun, yang menjadi bagian dari Elephant Response Unit (ERU) di Camp Bungur, Taman Nasional Way Kambas (TNWK), ditemukan meninggal pada Sabtu, 16 November 2025 pukul 13.20 WIB. Kematian gajah jinak yang telah puluhan tahun membantu patroli hutan ini menambah catatan kelam bagi upaya pelestarian spesies terancam punah di Indonesia.
Menurut keterangan resmi Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas, Zaidi, penurunan kondisi Dona sudah terdeteksi sejak awal November 2025. Pemeriksaan darah rutin pada 6 November mengungkap lonjakan kadar eosinofil yang signifikan, gejala klasik infeksi parasit cacing pada gajah. “Sejak saat itu tim veteriner langsung melakukan terapi infus dan memperketat pemantauan harian,” ujar Zaidi, Senin (17/11).
Meski awalnya masih aktif bergerak, pada 13 November Dona menunjukkan anoreksia total. Dokter hewan dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Way Kambas segera turun tangan dengan pemberian obat-obatan dan suplemen, namun respons klinis tetap minim. Dalam kurun 14–15 November, asupan makanan Dona hanya terbatas pada satu sisir pisang per hari, disertai kelemahan progresif pada ekstremitas.

Puncaknya terjadi pada dini hari 16 November. Pukul 03.00 WIB Dona masih memberikan respons gerak, tetapi beberapa jam berselang ia tak lagi mampu berdiri. Tim medis dan Kepala SPTN Wilayah II Bungur bergegas menuju lokasi, namun saat tiba gajah tersebut sudah tidak bernapas dengan membran mukosa lidah yang pucat—indikasi syok berat atau kegagalan multiorgan.
Prosedur standar langsung dijalankan: laporan ke kepolisian setempat dan pelaksanaan nekropsi pada Minggu sore harinya. Hasil lengkap otopsi belum dirilis hingga berita ini disusun, namun dugaan awal tetap mengarah pada infeksi parasit berat yang memicu komplikasi sistemik.
Dona bukan sekadar “aset patroli”. Selama puluhan tahun ia menjadi bagian integral dari program konservasi ex-situ TNWK, membantu mitigasi konflik manusia-gajah sekaligus menjadi duta edukasi bagi ribuan pengunjung. Kematiannya meninggalkan kekosongan tidak hanya di ERU Bungur, tetapi juga dalam memori mahout dan ranger yang merawatnya sejak masih muda.
Baca juga : Prabowo Dorong Sekolah Terintegrasi Berstandar Internasional untuk Kelas Menengah Indonesia
Kejadian ini kembali mengingatkan bahwa gajah Sumatera dalam pengelolaan captive tetap rentan terhadap parasit gastrointestinal, terutama jenis strongylid dan fasciola yang endemis di ekosistem Way Kambas. Faktor usia lanjut, beban kerja patroli jangka panjang, serta paparan lingkungan basah yang mendukung siklus hidup cacing menjadi kombinasi risiko yang sulit dihilangkan sepenuhnya.
Balai TNWK menyampaikan duka mendalam dan menegaskan bahwa semua protokol medis standar telah diterapkan sejak gejala pertama muncul. “Kami akan mengevaluasi ulang program deworming berkala, dosis antiparasit, serta peningkatan skrining hematologi triwulanan bagi seluruh gajah binaan,” tegas Zaidi.
Populasi gajah Sumatera liar di Way Kambas saat ini diperkirakan kurang dari 200 ekor. Setiap kehilangan individu—baik liar maupun jinak—merupakan pukulan berat bagi target pemulihan spesies yang ditetapkan dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah Sumatera 2023–2032. Kematian Dona menjadi pengingat bahwa konservasi bukan hanya soal perlindungan habitat, tetapi juga manajemen kesehatan yang tak kenal kompromi bagi gajah-gajah yang telah memilih hidup berdampingan dengan manusia.
Pewarta : T-Gaul

