RI News Portal. Ankara, 14 Desember 2025 – Menteri Luar Negeri Turkiye Hakan Fidan menyatakan bahwa kelompok ekstremis Negara Islam (ISIS) telah kehilangan kemampuannya untuk menjadi ancaman sistematis terhadap keamanan regional dan global. Menurutnya, ISIS kini lebih banyak dimanfaatkan oleh sejumlah aktor negara sebagai instrumen untuk mencapai kepentingan politik tertentu.
Dalam wawancara eksklusif dengan stasiun televisi TVnet pada Sabtu (13/12), Fidan menegaskan, “ISIS saat ini sudah melemah secara signifikan dan tidak lagi menimbulkan ancaman sistematis. Kami tidak menyangkal bahwa mereka tetap merupakan ancaman yang harus diperangi, tetapi sebagai kelompok perlawanan, respons internasional terhadap ISIS sering kali tidak proporsional dengan tingkat bahaya aktual yang mereka wakili.”
Ia melanjutkan, “Situasi ini sebenarnya terkait dengan agenda lain. ISIS telah menjadi alat yang sangat nyaman dan terus dieksploitasi oleh berbagai pihak.” Fidan secara tegas menyebut bahwa sejumlah negara, termasuk rezim mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad, memanfaatkan keberadaan ISIS untuk mendukung narasi dan tujuan politik domestik maupun regional mereka.

Pernyataan tersebut muncul sehari setelah terjadinya serangan yang diklaim dilakukan ISIS terhadap pasukan Amerika Serikat dan personel keamanan Suriah di kota bersejarah Palmyra (Tadmur dalam bahasa Arab), Suriah tengah. Pentagon mengonfirmasi bahwa dua tentara AS dan seorang penerjemah sipil tewas, sementara tiga personel lainnya mengalami luka-luka dalam insiden tersebut. Kementerian Dalam Negeri Suriah juga melaporkan bahwa serangan dilakukan oleh salah seorang anggota ISIS.
Menanggapi insiden Palmyra, Fidan menyebut serangan itu sebagai “provokasi” yang kemungkinan besar dimanfaatkan untuk membenarkan eskalasi militer atau kebijakan politik tertentu. “Keberadaan serangan semacam ini justru memperkuat argumen bahwa ISIS saat ini lebih berfungsi sebagai pemicu agenda eksternal ketimbang ancaman independen yang terorganisir,” ujarnya.
Analis keamanan regional menilai pernyataan Fidan mencerminkan pergeseran paradigma dalam memahami dinamika ISIS pasca-kekalahan teritorialnya pada 2019. Meskipun sel-sel tidur ISIS masih aktif di beberapa wilayah Irak dan Suriah, kemampuan koordinasi dan proyeksi kekuatannya telah menurun drastis. Namun, narasi “ancaman ISIS” tetap dipertahankan oleh sejumlah aktor negara untuk melegitimasi intervensi militer, penguatan kontrol atas wilayah tertentu, atau pengalihan perhatian dari isu domestik.
Baca juga : Kota Kediri Naik Kelas: Predikat “Sangat Inovatif” dalam Innovative Government Award 2025
Palmyra sendiri, yang memiliki nilai arkeologis luar biasa sejak periode Neolitik, kerap menjadi sasaran simbolis bagi kelompok ekstremis. Kota ini pernah diduduki ISIS pada 2015–2017 dan menyaksikan penghancuran sejumlah situs warisan dunia UNESCO sebelum akhirnya dibebaskan.
Pernyataan Menlu Turkiye ini diperkirakan akan memicu diskusi baru di kalangan pakar hubungan internasional mengenai sejauh mana narasi terorisme global masih mencerminkan realitas ancaman atau telah bergeser menjadi alat geopolitik. Hingga kini, belum ada respons resmi dari Washington atau Damaskus terhadap tuduhan eksploitasi politik yang disampaikan Fidan.
Pewarta : Setiawan Wibisono

