
RI News Portal. Semarang, 17 September 2025 – Di tengah tuntutan masyarakat akan keadilan yang lebih terbuka, Polda Jawa Tengah menegaskan pendekatan serius dalam menangani kasus tragis meninggalnya Iko Juliant Junior, mahasiswa Universitas Negeri Semarang (UNNES). Pernyataan ini muncul sebagai respons atas kekhawatiran publik mengenai potensi ketidakadilan dalam proses hukum, khususnya kasus yang melibatkan institusi pendidikan dan penegakan hukum.
Kombes Pol Artanto, selaku Kabid Humas Polda Jateng, menyampaikan keterangan resmi pada Selasa (16/9/2025) siang, menekankan bahwa kasus ini telah ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan penuh. Penyidik dari Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polrestabes Semarang kini tengah mendalami peristiwa tersebut dengan intensitas tinggi, memastikan setiap langkah didasari bukti ilmiah dan prosedur yang akuntabel.
Dalam perspektif akademis, pendekatan ini mencerminkan evolusi penegakan hukum di Indonesia, di mana integrasi teknologi dan kolaborasi lintas lembaga menjadi kunci untuk membangun kepercayaan publik. Artanto menjelaskan bahwa gelar perkara akan segera digelar, melibatkan pihak eksternal seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). “Langkah ini bukan hanya formalitas, melainkan bentuk komitmen kami atas inisiatif LPSK dalam mengawal proses ini,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa hal ini diharapkan menjamin objektivitas dan perlindungan bagi keluarga korban serta saksi-saksi kunci.

Pendekatan ilmiah menjadi sorotan utama dalam investigasi ini. Sebelumnya, olah tempat kejadian perkara (TKP) telah dilakukan menggunakan metode scientific crime investigation, termasuk perangkat Traffic Accident Analysis (TAA) berbasis laser 3D. Teknologi ini memungkinkan pemetaan presisi lokasi kejadian, menghindari interpretasi subjektif yang sering menjadi celah dalam kasus serupa. “Kami ingin setiap tahap penyidikan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, bukan sekadar asumsi,” tegas Artanto, menggarisbawahi bagaimana inovasi semacam ini dapat mengurangi bias manusiawi dalam rekonstruksi peristiwa.
Lebih lanjut, rekonstruksi di TKP dijadwalkan dalam waktu dekat, dengan kehadiran LPSK dan saksi-saksi relevan. Ini bukan hanya prosedur rutin, melainkan upaya membangun narasi utuh yang dapat diverifikasi oleh publik. Penyidik telah mengumpulkan bukti kuat, termasuk rekaman CCTV dari sekitar lokasi, yang akan dipresentasikan dalam gelar perkara sebagai bentuk transparansi. Dari sudut pandang studi kriminologi, keterbukaan semacam ini bisa menjadi model bagi penanganan kasus kecelakaan lalu lintas yang sering kali terpinggirkan oleh isu-isu lebih besar.
Artanto menutup konferensi pers dengan seruan kepada masyarakat untuk memberikan ruang bagi penyidik bekerja secara profesional. “Keterlibatan LPSK adalah bukti komitmen kami. Kami meminta kesabaran dan kepercayaan, agar hasil akhir benar-benar objektif dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum,” pungkasnya. Pernyataan ini sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola baik dalam penegakan hukum, di mana akuntabilitas tidak hanya menjadi slogan, melainkan praktik nyata.
Kasus ini, yang terjadi di lingkungan kampus bergengsi seperti UNNES, menimbulkan pertanyaan lebih luas tentang keselamatan mahasiswa dan efektivitas sistem hukum Indonesia. Dalam era digital, di mana informasi menyebar cepat melalui media sosial, transparansi seperti yang dijanjikan Polda Jateng bisa menjadi katalisator perubahan, mendorong reformasi yang lebih inklusif. Namun, keberhasilan akhir tergantung pada eksekusi yang konsisten, di mana setiap pihak—dari polisi hingga masyarakat—berperan aktif dalam menjaga integritas proses.
Pewarta : Nandang Bramantyo
