
RI News Portal. Semarang 16 Juli 2025 – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi yang melibatkan mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita), dan suaminya, Alwin Basri, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang pada Rabu (16/7/2025). Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Gatot Sarwadi, tim kuasa hukum terdakwa menghadirkan empat saksi yang dihadirkan untuk memberikan keterangan meringankan terhadap tiga dakwaan utama.
Dakwaan yang dihadapi kedua terdakwa mencakup:
- Proyek Penunjukan Langsung (PL) di tingkat kecamatan,
- Potongan Upah Pungut (UUP) Pegawai Bapenda, dan
- Proyek pengadaan mebeler Dinas Pendidikan Kota Semarang Tahun Anggaran 2023.
Saksi pertama, Sukmono, Kepala SDN Tlogomulyo, menyatakan bahwa pihaknya menerima 56 unit meja dan kursi untuk kebutuhan sekolah pada 2023. Barang tersebut, menurutnya, masih berfungsi baik hingga saat ini.
“Barang saya terima ada tanda terimanya, saya yang tandatangani itu. Kalau kualitasnya bagus, kayaknya pabrikan, tapi saya tidak tahu pabrik mana itu,” ujar Sukmono.

Ia menegaskan bahwa pengajuan usulan mebeler dan perbaikan gedung dilakukan melalui Dinas Pendidikan dan bahkan disampaikan melalui anggota dewan di wilayah Pedurungan.
Saksi kedua, Joko Hartono, Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Semarang, menolak adanya intervensi Mbak Ita terkait mutasi pejabat.
“Semua murni dari penilaian Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) dan sesuai aturan yang ada,” tegasnya.
Baca juga : Kondisi Lahan Kritis di Jawa Tengah Memprihatinkan, Cilacap Jadi Sorotan
Saksi ketiga, Purnomo, Sekretaris Bappeda Kota Semarang pada 2023, mengakui adanya pergeseran anggaran dari murni ke perubahan di Dinas Pendidikan pada Tahun Anggaran 2023. Pergeseran tersebut, kata dia, melalui mekanisme Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan persetujuan DPRD.
“Ada memo usulan dari Disdik soal pergantian mata anggaran. Setelah disetujui kami di Bappeda, sudah tidak tahu lagi pelaksanaannya, itu tanggung jawab dinas terkait,” jelas Purnomo.
Ia menambahkan bahwa alokasi dana mencapai Rp20 miliar untuk proyek mebeler sekolah.
Saksi keempat, Sri Haryanto, pengurus PKK pada 2023, menyatakan bahwa lomba memasak nasi goreng diinisiasi oleh Alwin Basri selaku Ketua PKK kala itu.
“Setahu saya anggaran bersumber dari pihak ketiga, termasuk hadiah lomba. Saat rapat lomba ada pihak Bapenda, yakni Binawan, ikut hadir,” katanya.
Sri juga mengaku pernah melihat Kepala Bapenda Kota Semarang, Indriyasari, keluar dari ruang kerja Alwin Basri di Gedung PKK, namun tidak mengetahui detail urusannya.
Perkara ini mencerminkan kompleksitas pengelolaan keuangan daerah dan praktik politik anggaran di tingkat pemerintah kota. Tiga isu utama yang muncul adalah:
- Pengadaan Barang dan Jasa – Mekanisme penunjukan langsung (PL) dalam proyek daerah rentan disalahgunakan jika tidak diawasi secara ketat.
- Intervensi dalam Mutasi Jabatan – Keterangan saksi menegaskan pentingnya keberadaan Baperjakat untuk menjamin merit system.
- Penganggaran Perubahan (APBD-P) – Proses pergeseran anggaran dari Bappeda ke Disdik harus tunduk pada mekanisme TAPD dan pengesahan DPRD, sesuai UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Dari perspektif hukum pidana korupsi, pasal-pasal yang relevan antara lain Pasal 2 dan 3 UU Tipikor (UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001), yang mengatur penyalahgunaan wewenang dan kerugian negara. Namun, pembuktian adanya kerugian negara dan keterlibatan langsung pejabat merupakan kunci utama untuk menentukan unsur pidana.
Sidang lanjutan ini menandai fase penting dalam pengujian bukti dan keterangan saksi yang dapat memengaruhi penilaian hakim terhadap tiga dakwaan pokok. Proses persidangan yang transparan serta penguatan tata kelola keuangan daerah menjadi krusial untuk menghindari praktik korupsi struktural di tingkat pemerintah daerah.
Pewarta : Miftahkul Ma’na
