RI News Portal. Ratatotok, Minahasa Tenggara – Kawasan Kebun Raya Ratatotok, yang selama ini menjadi simbol upaya konservasi biodiversitas di Sulawesi Utara, kembali dihadapkan pada ancaman serius. Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang diduga dilakukan oleh Yopi Tumimomor alias Ole di area Ogus Kebun Raya terus berlangsung, meskipun papan larangan resmi dari pemerintah dan aparat penegak hukum telah terpasang sejak lama.
Pengamatan langsung di lapangan pada akhir November 2025 memperlihatkan alat berat dan pekerja masih beroperasi di lokasi yang secara tegas dilarang. Langkah ini tidak hanya mengabaikan perintah penghentian operasi, tetapi juga menunjukkan sikap yang menantang supremasi hukum di kawasan yang memiliki status lindung dan pengawasan ketat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Praktik PETI di kawasan konservasi bukanlah fenomena baru di Minahasa Tenggara. Namun, pengulangan pelanggaran di lokasi yang sama menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai efektivitas penegakan hukum lingkungan di tingkat lokal. Para pakar hukum lingkungan menilai, tindakan mengabaikan papan larangan resmi dapat dikualifikasi sebagai perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 98 jo Pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengancam pidana penjara hingga 10 tahun dan denda mencapai miliaran rupiah.

Menanggapi situasi ini, Ketua Umum LSM Garda Timur Indonesia (GTI), Fikri Alkatiri, menyatakan bahwa organisasinya akan segera melayangkan laporan resmi ke Polres Minahasa Tenggara.
“Pemasangan papan larangan bukan sekadar simbol. Itu adalah perintah hukum yang mengikat. Jika masih ada aktivitas yang berlangsung setelah itu, maka pelakunya telah melakukan pembangkangan terbuka terhadap negara. Kami tidak akan membiarkan kawasan konservasi menjadi korban kepentingan segelintir orang,” ujar Fikri dengan tegas, Rabu (2/12/2025).
GTI menilai, kasus ini mencerminkan lemahnya koordinasi lintas instansi dalam menjaga kawasan lindung. Selama ini, razia dan penertiban PETI kerap dilakukan, namun efek jera masih minim karena kurangnya tindak lanjut hukum yang tegas dan berkelanjutan. Aktivitas ilegal tersebut juga dikhawatirkan memperparah kerusakan ekosistem Kebun Raya Ratatotok yang menyimpan ratusan spesies endemik Sulawesi, sekaligus mencemari sumber air tanah yang menjadi penopang kehidupan masyarakat sekitar.
Baca juga : Kodim Simalungun Salurkan Bantuan ke Korban Bencana di Sibolga dan Tapanuli Tengah
“Kami mendesak aparat penegak hukum untuk segera melakukan penyegelan ulang dan penindakan pidana tanpa pandang bulu. Jangan sampai ada kesan pembiaran yang justru memicu pelaku lain untuk kembali beroperasi,” tambah Fikri.
Hingga berita ini diturunkan, pihak terkait yang diduga terlibat belum dapat dimintai keterangan. Namun, tekanan dari masyarakat sipil dan ancaman laporan resmi dari LSM Garda Timur Indonesia menunjukkan bahwa isu PETI di Kebun Raya Ratatotok telah memasuki babak baru: ujian nyata bagi kredibilitas penegakan hukum lingkungan di Bumi Nyiur Melambai.
Masyarakat dan pegiat lingkungan kini menanti langkah konkret dari Polres Minahasa Tenggara serta Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Utara untuk memastikan kawasan konservasi tersebut benar-benar terlindungi dari ancaman pertambangan ilegal.
Pewarta : Marco Kawulusan

