RI News Portal. Bawen, Jawa Tengah 29 November 2025 – Praktik penyalahgunaan liquefied petroleum gas (LPG) bersubsidi terus menjadi ancaman serius terhadap program subsidi energi pemerintah. Di tengah upaya negara memastikan tabung gas 3 kg hanya sampai kepada rumah tangga miskin dan usaha mikro, sejumlah pelaku usaha diduga masih melakukan penyimpangan di luar jalur resmi, baik melalui pengoplosan isi tabung, penjualan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), maupun distribusi menggunakan sarana yang tidak memiliki identitas resmi.
Salah satu temuan terbaru terjadi di sebuah pangkalan LPG di Pasar Projosari, Kelurahan Harjosari, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Pangkalan yang dikelola Wariman ini dilaporkan warga sering kedatangan kendaraan minibus dan pick-up jenis L300 yang tidak dilengkapi papan nama atau tanda pengenal resmi dari PT Pertamina (Persero). Keberadaan kendaraan tanpa identitas tersebut memunculkan dugaan kuat bahwa pangkalan tersebut menyalurkan LPG 3 kg tidak sesuai ketentuan penugasan pemerintah.
“Sudah sering kami lihat mobil-mobil itu keluar masuk tanpa plang Pertamina. Kadang malam hari juga,” ujar salah seorang warga yang enggan disebut namanya, Jumat (28/11/2025).

Menurut Peraturan Menteri ESDM dan ketentuan penugasan Pertamina, setiap agen dan pangkalan resmi wajib memasang papan nama serta mencantumkan Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Sertifikat Standar. Kendaraan pengangkut yang menjadi bagian dari jaringan distribusi resmi juga diwajibkan memiliki stiker atau plang identitas. Absennya tanda pengenal tersebut kerap menjadi indikator awal praktik penyelewengan, mulai dari pengoplosan isi tabung 3 kg ke tabung 12 kg nonsubsidi hingga penjualan kepada konsumen tidak berhak seperti restoran besar atau industri kecil.
Ketika dikonfirmasi di lokasi, Wariman mengklaim usahanya telah berjalan sesuai prosedur. “Saya sudah ikut aturan semua, tidak ada yang salah,” katanya. Namun dalam perbincangan yang sama, ia meminta awak media untuk tidak mengambil gambar atau merekam video serta menawarkan amplop berisi uang dan kain sarung sebagai “kenang-kenangan”. Tawaran tersebut ditolak karena bertentangan dengan kode etik jurnalistik.
Sikap tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa aktivitas di pangkalan tersebut tidak sepenuhnya transparan.
Selain melanggar aspek legalitas distribusi, pengoplosan dan pengangkutan LPG tanpa prosedur keamanan yang memadai juga berpotensi menyebabkan kecelakaan fatal. Tabung 3 kg dan 12 kg memiliki tekanan dan katup yang berbeda; pemindahan isi secara manual tanpa alat yang sesuai dapat merusak seal dan memicu kebocoran hingga ledakan.
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM mencatat, sepanjang 2024–2025 terjadi puluhan kasus kebakaran dan ledakan yang diduga kuat berawal dari praktik pengoplosan ilegal.
Dari sisi keuangan negara, setiap tabung 3 kg yang diselewengkan menyebabkan kerugian subsidi sekitar Rp 80.000–Rp 120.000 per tabung, tergantung selisih harga pasar tabung nonsubsidi. Jika satu pangkalan menyalurkan ratusan tabung per bulan ke jalur ilegal, kerugian negara bisa mencapai ratusan juta rupiah per tahun hanya dari satu titik.
Pelaku penyelewengan LPG bersubsidi dapat dijerat dengan beberapa pasal sekaligus:
- Pasal 55 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (sebagaimana diubah melalui UU Cipta Kerja) → pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar.
- Pasal 62 jo. Pasal 8 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen → pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling tinggi Rp 2 miliar.
- Pasal terkait metrologi legal bila ditemukan manipulasi timbangan atau isi tabung.

Pertamina juga berwenang memutus hubungan suplai secara permanen terhadap agen atau pangkalan yang terbukti melakukan pelanggaran berat.
Sejumlah warga dan pengamat energi mendesak Polres Semarang dan Polda Jawa Tengah untuk segera melakukan penyelidikan mendalam terhadap pangkalan tersebut. “Jangan sampai subsidi yang seharusnya dinikmati masyarakat miskin justru mengalir ke kantong segelintir orang yang tidak bertanggung jawab,” kata salah seorang tokoh masyarakat setempat.
Hingga berita ini diturunkan, Polres Semarang belum memberikan pernyataan resmi terkait laporan masyarakat tersebut. Namun aparat kepolisian di berbagai daerah terus digiatkan untuk berkoordinasi dengan Pertamina dalam operasi pengawasan dan penindakan distribusi LPG bersubsidi.
Masyarakat diimbau hanya membeli LPG 3 kg di pangkalan resmi yang mencantumkan plang jelas dan melakukan pencatatan transaksi secara digital melalui aplikasi MyPertamina atau sistem pangkalan resmi, demi memutus rantai penyelewengan dan menjaga keselamatan bersama.
Pewarta : MM

