
RI News Portal. Bogotá, Kolombia — Panggung politik Kolombia dikejutkan oleh tragedi berdarah yang menimpa bakal calon presiden (bacapres) Miguel Uribe Turbay. Tokoh konservatif berusia 39 tahun tersebut tewas setelah ditembak secara brutal dalam sebuah acara kampanye di kawasan Fontibón, Bogotá, pada Sabtu (7/6/2025). Penembakan itu segera memicu kecaman luas dan memperkuat sorotan atas kerentanan politik di negara yang memiliki sejarah panjang kekerasan politik dan konflik bersenjata.
Menurut laporan Anadolu dan Antara, Miguel Uribe Turbay ditembak enam kali oleh seorang pria tak dikenal yang mendekatinya dari belakang saat ia sedang menyampaikan pernyataan penutup di acara kampanye. Dua peluru dilaporkan mengenai kepala dan leher Miguel. Rekaman video amatir yang beredar di media sosial memperlihatkan darah mengucur dari kepala korban ketika para pengawal pribadi berupaya mengevakuasinya ke rumah sakit.
Tim keamanan Miguel sempat membalas tembakan, yang menyebabkan satu orang lainnya mengalami luka. Wali Kota Bogotá, Carlos Fernando Galán, menyatakan bahwa pelaku penembakan berhasil ditangkap di tempat kejadian dan jaringan rumah sakit kota disiagakan untuk menangani insiden tersebut. Meski sempat mendapat pertolongan medis darurat, nyawa Miguel tidak tertolong.

Miguel Uribe Turbay merupakan figur penting dalam politik Kolombia kontemporer. Ia adalah anggota Partai Pusat Demokrasi (Centro Democrático), partai konservatif yang didirikan oleh mantan Presiden Álvaro Uribe Vélez dan dikenal karena sikapnya yang keras terhadap kelompok bersenjata dan kebijakan populis kanan.
Miguel juga dikenal sebagai cucu dari mantan Presiden Julio César Turbay Ayala dan anak dari jurnalis Diana Turbay, yang tewas tragis dalam operasi penyelamatan sandera pada 1991 setelah diculik oleh kelompok yang dikendalikan oleh gembong narkoba Pablo Escobar. Latar belakang keluarga yang penuh gejolak serta karier politiknya yang cepat menanjak menjadikan Miguel sebagai simbol harapan baru di mata sebagian pendukung konservatif.
Tragedi penembakan ini kembali membuka luka lama dalam sejarah politik Kolombia yang dihantui oleh kekerasan sistemik. Pembunuhan terhadap calon presiden bukan peristiwa baru di negara ini; pada era 1980-an dan 1990-an, tokoh-tokoh seperti Luis Carlos Galán dan Jaime Pardo Leal juga menjadi korban politik brutal.
Secara struktural, kejadian ini menunjukkan bahwa meskipun Kolombia telah menjalani proses perdamaian dengan kelompok-kelompok bersenjata seperti FARC, ruang politiknya masih jauh dari aman. Ancaman terhadap kandidat presiden mencerminkan ketegangan antara upaya demokratisasi dan resistensi kekuatan-kekuatan bersenjata—baik yang berasal dari kelompok kriminal, milisi sayap kanan, maupun kepentingan ekonomi-politik gelap yang menolak perubahan.
Menurut para analis keamanan, tindakan kekerasan terhadap figur penting seperti Miguel dapat dimotivasi oleh berbagai faktor, termasuk rivalitas ideologis, konflik lahan dan sumber daya, serta peran aktor non-negara dalam pengendalian wilayah. Tindakan ini juga bisa menjadi bentuk pesan politik dari kekuatan bawah tanah terhadap stabilitas pemerintahan sipil.
Baca juga : Aktivitas Gunung Semeru Meningkat: 38 Letusan dan Getaran Banjir Lahar Tercatat dalam 24 Jam
Kematian Miguel Uribe Turbay menimbulkan gelombang solidaritas dan kemarahan dari berbagai tokoh nasional maupun internasional. Presiden Kolombia, serta perwakilan Uni Eropa dan OAS (Organisasi Negara-Negara Amerika), mengutuk keras tindakan tersebut dan menyerukan penyelidikan transparan serta peningkatan perlindungan bagi kandidat politik menjelang pemilu 2026.
Dalam konteks geopolitik regional, insiden ini juga menyoroti urgensi perbaikan sistem keamanan dalam pemilihan umum di Amerika Latin yang sering dibayangi kekerasan politik dan ancaman terhadap kebebasan berekspresi.
Tragedi yang menimpa Miguel Uribe Turbay bukan sekadar kehilangan bagi Partai Pusat Demokrasi, tetapi juga peringatan keras bagi demokrasi Kolombia. Dalam konteks menjelang pemilu 2026, negara ini dihadapkan pada tantangan mendasar: menjamin bahwa arena politik bukan lagi medan perang bersenjata, melainkan forum sipil yang bebas dan aman untuk kontestasi gagasan.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat sipil untuk bersama-sama menguatkan infrastruktur demokrasi, melindungi para kandidat, dan mengusut tuntas aktor-aktor kekerasan politik agar tragedi serupa tidak kembali terulang dalam sejarah bangsa Kolombia.
Pewarta : Setiawan S.TH

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal
#teman, #all, #wartawan, #berita