
RI News Portal. Jakarta, 17 Oktober 2025 – Di tengah hiruk-pikuk musim akhir tahun yang biasanya dipenuhi cerita hangat keluarga, dunia perfilman Indonesia justru memilih untuk membuka pintu kegelapan yang lebih dalam. Teaser perdana Qorin 2, sekuel dari film horor religi yang sempat menghantui penonton tiga tahun silam, dirilis pada Rabu lalu, membawa angin dingin yang tak hanya mencekam, tapi juga menggugat. Bukan sekadar kelanjutan narasi supranatural, karya sutradara Ginanti Rona ini muncul sebagai cermin kelam atas luka sosial yang seringkali tersembunyi di balik fasad pendidikan formal: perundungan di kalangan remaja.
Dalam durasi kurang dari dua menit, teaser itu langsung menjerat mata penonton dengan ritme lambat yang penuh ketegangan. Adegan pembuka menampilkan ritual mistis yang menyimpang dari norma, di mana bayangan-bayangan samar bergerak di lorong sekolah yang remang-remang, disertai bisikan doa yang terputus-putus. Suara latar yang bergema seperti jeritan tertahan, dikombinasikan dengan close-up wajah-wajah ketakutan, menciptakan atmosfer yang bukan hanya menakutkan, tapi juga mengganggu. Ini bukan horor yang mengandalkan jumpscare murahan; sebaliknya, ia membangun rasa cemas yang merayap pelan, seolah mengajak penonton merenung: seberapa tipis garis antara keadilan manusiawi dan balas dendam yang melampaui batas.
Cerita Qorin 2 berpindah dari pengaturan asrama di film pertama ke lingkungan sekolah menengah yang lebih kontemporer, dengan fokus pada Fitri (diperankan oleh Wavi Zihan), seorang guru bimbingan konseling muda yang idealis. Ia memulai penyelidikan sederhana atas kasus perundungan yang menimpa salah satu siswanya, tapi langkahnya justru membuka pintu mimpi buruk. Satu per satu, orang-orang di sekitarnya – pelaku, saksi, bahkan rekan kerja – ditemukan tewas dalam kondisi yang tak wajar, hanya untuk muncul kembali keesokan harinya dalam bentuk yang lebih mengerikan. Di sinilah elemen supranatural Qorin – jin pembalas yang lahir dari sisi gelap iman – kembali berperan, tapi kali ini dengan narasi yang lebih personal.

Parallel dengan itu, tokoh Makmur (Fedi Nuril), seorang ayah tunggal yang biasa-biasa saja, terdorong oleh ketidakberdayaan sistemik. Anak semata wayangnya menjadi korban perundungan yang sama, dan ketika otoritas sekolah abai, ia memilih jalan gelap: bersekutu dengan kekuatan Qorin untuk membalas dendam. Adegan di teaser di mana Fedi Nuril memegang dua boneka pocong kecil – simbol korban dan pelaku – menjadi metafora kuat atas dualitas dendam: ia menyembuhkan luka, tapi juga meracuni jiwa. “Ini bukan cerita tentang hantu semata,” kata Ginanti Rona dalam pernyataan resminya. “Kami ingin mengeksplorasi bagaimana trauma perundungan bisa mendorong manusia ke tepi jurang, di mana iman menjadi senjata ganda – pelindung sekaligus penghancur.”
Kolaborasi produksi di balik Qorin 2 mencerminkan ambisi untuk mengangkat horor lokal ke level yang lebih matang. Diproduksi utama oleh Rapi Films dan SL23 Studios, film ini didukung oleh Legacy Pictures, Sky Media, serta IDN Pictures, yang semuanya dikenal dengan komitmennya pada narasi berbasis budaya Indonesia. Penulis skenario Lele Laila, yang juga terlibat di film pertama, kali ini memperkaya plot dengan lapisan psikologis, mengintegrasikan elemen ilmu hitam dengan kritik tajam terhadap kegagalan institusi pendidikan dalam menangani bullying. Data dari Kementerian Pendidikan menunjukkan bahwa kasus perundungan di sekolah Indonesia meningkat 20 persen dalam dua tahun terakhir, membuat premis ini terasa bukan fiksi belaka, melainkan panggilan untuk introspeksi kolektif.
Para pemeran pendukung turut memperkaya dinamika cerita dengan kehadiran aktor-aktris berbakat. Ali Fikry sebagai Jaya, remaja korban yang penuh rahasia, dan Muzakki Ramdhan sebagai Rijal, pelaku utama yang ternyata punya lapisan kerentanan, menjanjikan performa yang nuansa. Epy Kusnandar memerankan Pak Guntur, kepala sekolah yang korup, sementara Dimas Aditya sebagai Ustaz Fahmi membawa dimensi spiritual yang ambigu, dan Indra Birowo sebagai Pak Darmawan menambahkan elemen birokratis yang ironis. Pemeran tambahan seperti Quentin Stanislavski Kusnandar, Gilang Devialdy, dan Beby Evelyn melengkapi ensemble, menciptakan jaringan karakter yang saling terkait dalam pusaran misteri.
Baca juga : Prabowo Subianto Genap 74 Tahun: Doa Kesehatan dan Kebijaksanaan Mengalir dari Masyarakat hingga Menteri
Apa yang membedakan Qorin 2 dari arus horor Indonesia saat ini adalah pendekatannya yang holistik: bukan hanya menakut-nakuti, tapi juga memprovokasi diskusi. Ginanti Rona, yang dikenal lewat karya-karya seperti film pendeknya tentang mistisisme Jawa, menjanjikan visual yang lebih intens dengan penggunaan cahaya redup dan sound design yang imersif, terinspirasi dari tradisi horor Timur Tengah tapi diadaptasi ke konteks lokal. “Kami ingin penonton keluar bioskop bukan hanya dengan jantung berdegup kencang, tapi juga dengan pertanyaan: bagaimana kita melindungi iman kita dari kegelapan dalam diri?” ujarnya.
Dengan rilis dijadwalkan pada Desember 2025, Qorin 2 datang di saat yang tepat – musim libur di mana keluarga berkumpul, tapi juga saat isu bullying sering muncul di berita. Sukses film pertama yang menarik lebih dari 1,3 juta penonton dan menembus pasar Malaysia menunjukkan potensi genre ini untuk go global. Namun, lebih dari itu, sekuel ini berpotensi menjadi katalisator perubahan, mengingatkan bahwa di balik teror gaib, ancaman terbesar seringkali lahir dari ketidakpedulian manusia.
Apakah Qorin 2 akan mengulang keajaiban pendahulunya, atau justru melampaui dengan kedalaman emosionalnya? Hanya waktu – dan kegelapan layar lebar – yang akan menjawab. Untuk saat ini, teaser itu sudah cukup membuat bulu kuduk merinding, sekaligus hati tergugah.
Pewarta : Vie
