RI News Portal. Tapanuli Bagian Selatan, 26 November 2025 – Hujan lebat yang terus menerus sejak pertengahan November kembali memicu bencana banjir bandang dan longsor di wilayah Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel), Sumatera Utara. Kejadian yang berulang setiap musim penghujan ini tidak lagi dapat dipandang sebagai “bencana alam murni”, melainkan sebagai konsekuensi sistemik dari kerusakan ekosistem yang telah berlangsung puluhan tahun.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Utara mencatat, sejak 20–25 November 2025, banjir bandang dan longsor melanda sedikitnya 18 kecamatan di lima kabupaten/kota di Tabagsel: Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, dan Kota Padangsidimpuan. Titik-titik kritis meliputi Kecamatan Batang Toru, Batang Angkola, Sayurmatinggi, Muara Batang Toru, Sipirok, hingga Singkuang dan Panyabungan. Korban jiwa sementara tercatat 8 orang meninggal dunia, 4 orang hilang, dan puluhan lainnya luka berat. Ribuan rumah terendam, ratusan hektare sawah dan kebun rusak, serta akses jalan lintas Sumatera sempat lumpuh total di beberapa ruas.
Para ahli hidrologi dan kehutanan yang diwawancarai secara terpisah menegaskan bahwa intensitas kerusakan tahun ini jauh lebih parah dibandingkan dekade sebelumnya. Dr. Ir. Budi Santoso, M.Sc., peneliti senior dari Pusat Studi Bencana Universitas Andalas, menyatakan bahwa konversi hutan primer di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru dan Batang Gadis telah mencapai 68% sejak tahun 2000 hingga 2024. “Kehilangan fungsi serap air pada lahan-lahan kritis di atas 25% kemiringan menyebabkan runoff surface meningkat hingga tiga kali lipat. Ketika curah hujan melebihi 150 mm/hari, banjir bandang menjadi inevitabel,” ujarnya.

Sementara itu, citra satelit Landsat 9 yang diolah oleh tim peneliti independen menunjukkan bahwa sepanjang 2023–2025 terjadi perluasan perkebunan monokultur sawit ilegal seluas lebih dari 14.000 hektare di kawasan register 41 Batang Toru dan register 43 Angkola. Sebagian besar pembukaan lahan tersebut berada di luar konsesi resmi dan tanpa dilengkapi dokumen Amdal maupun UKL-UPL yang memadai. Praktik ilegal logging juga masih marak di kawasan hutan lindung Gunung Lubis–Gunung Baringin yang menjadi penyangga utama antara dua Kecamatan di Tapsel
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sumatera Utara, Drs. H. Syamsul Qomar, M.AP., yang turun langsung ke lokasi pengungsian di Kecamatan Batang Angkola, mengakui adanya kelemahan pengawasan lintas sektor. “Kami menemukan banyak izin lokasi dan izin usaha perkebunan yang tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung. Koordinasi antara Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan, dan KPH Wilayah III Sumut masih sangat lemah,” katanya. Ia menjanjikan akan menggelar rapat dengar pendapat khusus pada awal Desember 2025 untuk mengevaluasi kembali seluruh izin yang bermasalah.
Di tingkat masyarakat, rasa trauma semakin mendalam. Seorang warga Desa Rianiate, Kecamatan Angkola Sangkunur, Siti Aminah (47), mengaku sudah lima kali mengungsi sejak tahun 2016. “Setiap November kami seperti menunggu mati. Rumah, sawah, ternak, semua habis. Anak-anak sudah tidak mau lagi sekolah kalau mendengar petir,” tuturnya dengan suara bergetar.
Baca juga : Peringatan Hari Guru Nasional ke-80 di Subulussalam: Hujan Deras Tak Padamkan Semangat Pendidik
Para akademisi dan aktivis lingkungan sepakat bahwa solusi jangka pendek berupa bantuan darurat saja tidak akan pernah cukup. Rekomendasi yang terus disuarakan adalah:
- Moratorium total pembukaan lahan baru di seluruh kawasan hulu DAS Batang Toru dan Batang Gadis minimal 10 tahun ke depan.
- Rehabilitasi hutan dan lahan kritis seluas minimal 50.000 hektare melalui program agroforestry berbasis masyarakat.
- Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku illegal logging dan konversi lahan tanpa izi, termasuk pencabutan izin perusahaan yang terbukti melanggar.
- Penyusunan peta rawan bencana berbasis LiDAR dan pemetaan partisipatif untuk relokasi permanen pemukiman di bantaran sungai.
Hingga pukul 19.00 WIB, 26 November 2025, hujan dengan intensitas sedang hingga lebat masih terus mengguyur wilayah Tabagsel. Prakiraan BMKG Stasiun Meteorologi Aek Godang memperkirakan pola hujan ekstrem akan berlangsung hingga akhir Desember 2025. Peringatan dini banjir bandang dan longsor masih berstatus SIAGA di seluruh kabupaten/kota di Tabagsel.
Bencana yang berulang setiap tahun ini bukan lagi sekadar catatan musiman. Ia adalah cermin kegagalan pengelolaan lingkungan yang sistematis dan berlarut-larut. Tanpa perubahan mendasar pada tata kelola hutan dan lahan, Tabagsel akan terus menghadapi siklus kesedihan yang sama setiap musim hujan tiba.
Pewarta : Adi Tanjoeng

