
“Negara Pihak berkomitmen untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk eksploitasi dan kekerasan, termasuk perlindungan dari tindakan yang mengarah pada pelecehan seksual dan segala bentuk penganiayaan terhadap anak-anak.”
RI News Portal. Simalungun, 7 Mei 2025 – Pada Rabu, 7 Mei 2025, Polres Simalungun mengungkapkan keberhasilan dalam mengungkap kasus pencabulan yang menimpa seorang remaja perempuan berusia 13 tahun. Kasus ini melibatkan empat tersangka dewasa, yang melakukan tindakan kejahatan dengan modus operandi pemerasan dan ancaman terhadap korban. Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan pelanggaran terhadap hak anak dan pentingnya penegakan hukum yang tegas dalam menangani tindak kejahatan seksual.
Keempat tersangka, yang berinisial AS (26), JS (26), KL (26), dan TB (24), ditangkap setelah melakukan tindakan pencabulan terhadap korban pada Minggu, 4 Mei 2025, sekitar pukul 00.30 WIB di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun. Berdasarkan keterangan Kapolres Simalungun, AKBP Marganda Aritonang, keempat tersangka terlibat dalam sebuah modus operandi yang mengancam korban dengan penyebaran video pribadi yang direkam sebelumnya oleh salah satu tersangka, AS.

Modus pemerasan dan ancaman ini menggambarkan betapa rentannya posisi korban yang berada dalam tekanan psikologis, sehingga ia terpaksa memenuhi tuntutan keempat tersangka dengan harapan bahwa video yang sudah direkam akan dihapus. Keempat tersangka kemudian melakukan tindakan pencabulan secara bergiliran terhadap korban.
Secara hukum, tindakan para tersangka melanggar sejumlah ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 yang mengubah Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Mereka dijerat dengan Pasal 81 ayat (1) jo Pasal 76 D dan atau Pasal 82 ayat (1) jo Pasal 76 E, yang mengatur mengenai tindak pidana pencabulan terhadap anak dengan ancaman hukuman penjara minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun. Undang-Undang ini memberikan perlindungan khusus bagi anak-anak, mengingat kekerasan seksual dapat menimbulkan dampak psikologis yang berat bagi korban, serta merusak masa depan mereka.
Baca juga : Inovasi Robot Berkaki Empat ITS: Solusi Cerdas untuk Industri dan Mitigasi Bencana
Penting untuk dicatat bahwa kejahatan seksual terhadap anak merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang serius, di mana anak-anak sebagai kelompok rentan harus mendapatkan perlindungan penuh dari negara dan masyarakat. Selain itu, kasus ini juga menyoroti peran penting penegakan hukum yang berkeadilan dan responsif terhadap kebutuhan korban, termasuk pemulihan trauma psikologis yang dapat timbul akibat tindak kekerasan seksual.
Selain aspek hukum, Kapolres Simalungun juga mengungkapkan kolaborasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kabupaten Simalungun dalam menangani trauma psikologis korban. Penanganan yang holistik, yang melibatkan dukungan sosial dan psikologis, sangat penting untuk membantu korban pulih dari trauma dan melanjutkan kehidupannya dengan baik. Dalam konteks ini, perlindungan anak tidak hanya terbatas pada aspek hukum, tetapi juga mencakup upaya pemulihan psikologis yang berkelanjutan.
Konferensi pers ini juga diwarnai oleh imbauan dari Kapolres Simalungun agar masyarakat lebih proaktif dalam menjaga dan mengawasi anak-anak mereka. Kapolres mengingatkan orangtua untuk memperhatikan dengan siapa anak bergaul, kemana mereka pergi, dan bagaimana aktivitas mereka di dunia maya, mengingat dampak negatif dari teknologi digital yang bisa menambah potensi eksploitasi anak. Ia menekankan bahwa komunikasi yang terbuka antara orangtua dan anak sangat penting untuk mencegah terjadinya kejahatan seksual.
Kasus ini menggarisbawahi pentingnya peran masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak. Pengawasan yang ketat, serta pendidikan yang mendorong kesadaran akan hak-hak anak, menjadi langkah preventif yang krusial dalam mencegah terjadinya kejahatan seksual. Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas harus diimbangi dengan upaya pendidikan dan pencegahan di tingkat keluarga dan masyarakat, untuk menciptakan dunia yang lebih aman bagi anak-anak.
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), “Pencegahan Kekerasan Seksual terhadap Anak”, 2024.
- Badan Pusat Statistik (BPS), “Laporan Statistik Perlindungan Anak”, 2024.
Pewarta : Jhon Sinaga

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal