RI News Portal. Jakarta – Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama menegaskan kesiapan institusinya melakukan perombakan menyeluruh sebagai respons atas peringatan keras Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang membuka kemungkinan pengembalian sistem kepabeanan ke pola era Orde Baru jika pembenahan internal tidak membuahkan hasil signifikan dalam satu tahun ke depan.
Pernyataan tersebut disampaikan Djaka usai kegiatan pemusnahan barang kena cukai ilegal di Kantor Wilayah DJBC Jakarta, Rabu (3/12). Menurutnya, ancaman Menkeu justru menjadi “koreksi konstruktif” yang memperkuat tekad internal untuk berubah.
“Koreksi ini kami terima sebagai cambuk. Yang pasti, Bea Cukai ke depan akan berupaya jauh lebih baik dalam segala aspek,” ujar Djaka.
Ia merinci dua pilar utama transformasi yang akan dijalankan: perubahan kultur kerja dan penguatan pengawasan di semua titik masuk barang, baik pelabuhan maupun bandara. “Perbaikan pelayanan harus benar-benar dirasakan masyarakat, bukan sekadar janji di atas kertas,” tegasnya.

Salah satu langkah konkret yang sudah berjalan adalah pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk mendeteksi praktik underinvoicing pada dokumen ekspor-impor. Sistem ini diklaim mampu mengidentifikasi anomali nilai barang secara otomatis, sehingga mengurangi ruang penyimpangan yang selama ini menjadi sorotan.
Djaka juga menyinggung citra negatif yang melekat pada institusinya. “Image bahwa Bea Cukai identik dengan pungutan liar harus kita hapus sedikit demi sedikit melalui perbaikan perilaku dan transparansi,” katanya.
Menyikapi tenggat satu tahun yang diberikan Menteri Purbaya, Djaka menunjukkan sikap optimistis sekaligus realistis. “Kita harus optimistis. Kalau tidak, tahun depan kita semua bisa ‘selesai’. Apakah pegawai mau hanya makan gaji buta? Tentu tidak. Karena itu, reformasi ini tidak mungkin berhasil tanpa dukungan publik,” ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa secara terbuka menyatakan kesiapan mengaktifkan kembali skema pemeriksaan pra-pengapalan oleh pihak ketiga seperti Société Générale de Surveillance (SGS) dan PT Surveyor Indonesia—model yang pernah diterapkan pada era Orde Baru dan mengakibatkan ribuan pegawai Bea Cukai dirumahkan karena fungsinya dialihkan.
Baca juga : Menko Polkam Djamari Chaniago: “Kami Tidak Akan Membiarkan Satu Pun Keluarga Merasa Sendiri”
Meski menyebut opsi itu sebagai “rencana cadangan”, Purbaya menegaskan bahwa ancaman tersebut bukan bentuk kemarahan melainkan upaya mendorong perbaikan cepat. Ia menyoroti dua masalah kruksial yang harus segera dituntaskan: praktik underinvoicing ekspor yang merugikan penerimaan negara serta masih maraknya peredaran barang ilegal di pasar domestik.
Purbaya sendiri tetap menyatakan keyakinan bahwa teknologi internal Bea Cukai yang terus berkembang dapat menjadi solusi utama, sehingga pelibatan pihak ketiga eksternal tidak perlu dijalankan.
Para pengamat menilai ultimatum ini sebagai sinyal kuat dari pucuk pimpinan Kementerian Keuangan bahwa toleransi terhadap kinerja stagnan di sektor kepabeanan sudah mencapai titik nol. Langkah selanjutnya akan sangat menentukan apakah Bea Cukai mampu melakukan transformasi institusi secara kredibel atau justru kembali pada pola lama yang pernah memicu kontroversi di masa lalu.
Pewarta : Anjar Bramantyo
