RI News Portal. Tegal, 3 Desember 2025 – Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan komitmen kuat untuk mengubah Museum Semedo di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, menjadi ruang hidup yang tidak hanya menyimpan artefak prasejarah, tetapi juga menjadi pusat edukasi, aktivasi komunitas budaya, dan penggerak ekonomi kreatif berbasis warisan purba.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam kunjungan kerja sekaligus peresmian beberapa fasilitas baru di Museum Semedo pekan ini. Menurut Fadli Zon, museum yang berdiri di atas lahan 10.582 meter persegi itu memiliki potensi luar biasa karena menyimpan lebih dari 3.100 koleksi fosil dan artefak paleoantropologi, termasuk temuan Homo erectus yang signifikan.
“Temuan di Semedo ini bukan sekadar benda mati di etalase. Ini adalah rangkaian bukti langsung keberadaan manusia purba di Nusantara yang, pada masanya, menyumbang 50–60 persen dari seluruh koleksi fosil Homo erectus yang diketahui di dunia,” ujar Fadli.

Ia menekankan bahwa nilai warisan Semedo tidak dapat diukur dengan uang. “Ini national treasure yang langka. Karena itu, kita harus mengelolanya tidak hanya sebagai tempat penyimpanan, tetapi sebagai ruang aktivasi budaya dan pendidikan yang hidup,” tambahnya.
Saat ini, Museum Semedo yang mulai dibangun tahun 2015 itu dikunjungi rata-rata 6.000 orang per bulan. Angka tersebut dinilai masih bisa digenjot secara signifikan melalui strategi promosi yang lebih masif, terutama dengan melibatkan generasi muda dan influencer digital.
“Kita ingin anak-anak muda tahu bahwa di Tegal ada situs prasejarah kelas dunia. Promosi lewat influencer bukan gimmick, melainkan cara paling efektif menjangkau generasi Z dan Alpha yang akan menjadi penentu masa depan kebudayaan kita,” tegas Fadli.
Lebih jauh, Menteri Kebudayaan mendorong pengelola Museum Semedo untuk tidak lagi bergantung pada pendapatan tiket yang hanya Rp8.000 per orang. Ia mengacu pada praktik museum-museum besar dunia di mana tiket hanya menyumbang sekitar 30 persen pendapatan, sedangkan sisanya berasal dari penjualan merchandise, suvenir bernilai tambah, lisensi Intellectual Property (IP), dan kemitraan korporat.
“Sebagai Badan Layanan Umum, Museum Semedo punya fleksibilitas untuk berkolaborasi dengan swasta. Bayangkan jika desain rekonstruksi wajah Homo erectus Semedo, replika alat batu, atau motif-motif dari fosil dijadikan produk fashion, animasi, game, atau NFT yang bernilai ekonomi tinggi. Itulah bisnis kebudayaan modern,” paparnya.
Penanggung Jawab Unit Museum Semedo, Gatut Eko Nurcahyo, menyambut baik arahan tersebut. Menurutnya, Semedo merupakan satu-satunya destinasi wisata warisan budaya di Kabupaten Tegal dan berada di dalam Kawasan Cagar Budaya seluas ratusan hektare yang masih terus diteliti.
“Kami sudah menjalin puluhan kemitraan dengan komunitas seni, pendidikan, dan pecinta sejarah. Dengan dukungan kebijakan yang lebih berani dari pusat, kami yakin Museum Semedo bisa menjadi laboratorium hidup bagi pemajuan kebudayaan nasional sekaligus motor ekonomi kreatif di Jawa Tengah bagian barat,” kata Gatut.

Dalam waktu dekat, Museum Semedo berencana meluncurkan program “Semedo Mengajar” yang mengintegrasikan kurikulum prasejarah ke dalam pembelajaran sekolah, serta galeri interaktif berbasis augmented reality yang memungkinkan pengunjung “berjalan bersama” Homo erectus di habitat aslinya 800.000 tahun lalu.
Dengan langkah-langkah tersebut, Museum Semedo tidak lagi hanya menjadi penanda masa lalu, melainkan ruang masa depan bagi generasi mendatang untuk memahami akar peradaban Nusantara sekaligus menciptakan nilai ekonomi baru dari warisan purba yang tak ternilai.
Pewarta : Vie

