RI News Portal. Batang Toru, 29 November 2025 – Gelombang banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) sejak akhir November 2025 telah meninggalkan duka mendalam. Hingga Sabtu siang, data sementara dari posko-posko darurat mencatat sedikitnya 18 orang meninggal dunia, puluhan luka berat dan ringan, serta belasan warga masih dalam status hilang. Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, menjadi salah satu wilayah yang paling parah terdampak, dengan ratusan rumah rusak berat dan ribuan warga mengungsi.
Di tengah musibah ini, sikap PT Agincourt Resources — pengelola Tambang Emas Martabe yang merupakan produsen emas dan perak terbesar kedua di Indonesia setelah Grasberg — menuai sorotan tajam dari kalangan pegiat lingkungan dan masyarakat sipil setempat.
Seorang penggiat lingkungan senior di Tapanuli Selatan yang enggan disebutkan namanya karena alasan keamanan menyatakan rasa kecewanya secara terbuka. “Perusahaan sekelas Martabe yang telah beroperasi sejak 24 Juli 2012 dengan Kontrak Karya langsung dari pemerintah pusat, memiliki cadangan terbukti ratusan ton emas, dan mencatatkan keuntungan miliaran dolar setiap tahunnya, kok malah membuka open donasi untuk korban bencana di wilayah operasinya sendiri? Ini bukan soal besar kecilnya bantuan, tapi soal etika dan tanggung jawab moral,” ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Jumat malam (28/11/2025).

Ia menilai tindakan tersebut mencerminkan minimnya sense of crisis dan tanggung jawab lingkungan perusahaan. “Mereka menambang di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru yang sangat rentan. Deforestasi besar-besaran, pembukaan lahan di kawasan dengan kemiringan ekstrem, dan pengelolaan tailing yang terus menjadi pertanyaan publik — semua itu berkontribusi pada kerentanan ekologis wilayah ini. Ketika bencana datang dan menelan korban dari masyarakat yang selama ini hidup berdampingan dengan operasi mereka, respons pertama justru open donasi. Ini memalukan,” tegasnya.
Menurutnya, perusahaan dengan skala dan profit sebesar Martabe seharusnya memiliki dana tanggap bencana internal yang besar, program corporate social responsibility (CSR) yang proaktif, serta mekanisme kompensasi dan restorasi lingkungan yang jelas, bukan mengandalkan sumbangan publik di saat masyarakat sedang berduka.
Hingga Sabtu malam (29/11/2025), tim liputan belum memperoleh respons resmi dari manajemen PT Agincourt Resources terkait kritik ini. Beberapa pesan yang dikirimkan ke humas perusahaan melalui surel dan aplikasi pesan belum dijawab. Pengumuman open donasi yang beredar di media sosial perusahaan selama minggu ini juga belum dicabut atau diklarifikasi.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan bersama BPBD Provinsi Sumatera Utara, Basarnas, TNI, Polri, dan relawan terus melakukan evakuasi dan pendistribusian bantuan logistik. Status tanggap darurat bencana masih diperpanjang hingga dua pekan ke depan mengingat prakiraan cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi.
Musibah kali ini kembali membuka diskusi lama: sejauh mana operasi pertambangan skala besar di wilayah pegunungan dengan curah hujan tinggi dapat berjalan tanpa mengorbankan keselamatan ekosistem dan masyarakat lokal. Publik kini menanti sikap resmi dan langkah nyata dari PT Agincourt Resources — bukan sekadar donasi, melainkan komitmen jangka panjang untuk mitigasi bencana dan pemulihan lingkungan di Batang Toru.
Pewarta : Adi Tanjoeng

