RI News Portal. Jakarta, 28 November 2025 – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menegaskan bahwa kepemimpinan daerah di era keterbukaan informasi harus berpindah dari pendekatan intuisi ke pendekatan berbasis data aspirasi masyarakat. Menurutnya, survei yang dilakukan lembaga kredibel merupakan instrumen paling efektif untuk membaca kebutuhan riil publik sebelum kebijakan ditetapkan.
“Sebagian besar kepala daerah masih hanya membaca hasil survei dari sisi elektabilitas semata. Padahal, di situlah letak kekayaan datanya: apa yang sebenarnya diinginkan warga,” ujar Bima Arya dalam keterangan pers usai rapat koordinasi tata kelola pemerintahan daerah, Kamis (27/11/2025).
Mantan Wali Kota Bogor dua periode ini lantas membagikan pengalaman empiriknya ketika menggunakan survei sebagai “kompas pembangunan” sejak 2012, setahun sebelum pencalonan pertamanya. Hasil survei saat itu mengungkap tiga isu dominan: kemacetan, pengelolaan sampah, dan persepsi publik terhadap tingkat inklusivitas kota.
Berbekal temuan itu, Pemerintah Kota Bogor membangun tiga ekosistem layanan publik yang terintegrasi hulu-hilir.

Pertama, pada pengelolaan sampah, pendekatan tidak lagi bertumpu pada petugas kebersihan semata, melainkan pada edukasi rumah tangga dan pemilahan berbasis komunitas. Hasilnya, setelah vakum 28 tahun, Bogor kembali meraih Piala Adipura pada 2023.
Kedua, di sektor transportasi, Bogor yang dikenal sebagai “kota sejuta angkot” mengimplementasikan Program Konversi Angkot dengan menggabungkan tiga unit angkot menjadi satu bus berkapasitas lebih besar. Program ini tidak hanya menyentuh infrastruktur, tetapi juga perubahan budaya penggunaan transportasi publik.
Ketiga, pemberdayaan ekonomi kerakyatan dilakukan melalui pengembangan Kampung Tematik di wilayah-wilayah dengan tingkat kesejahteraan rendah, seperti Mulyaharja dan Bojongkerta. Model ini mengintegrasikan pendidikan generasi muda, peningkatan kapasitas perempuan sebagai pengelola usaha, serta pengembangan potensi wisata berbasis komunitas. Program yang dirintis di tengah pandemi Covid-19 tersebut kini menjadi destinasi wisata yang berkontribusi signifikan terhadap pendapatan warga setempat.
Baca juga : KPK Pastikan Pembebasan Ira Puspadewi Cs Segera Dilaksanakan Pasca-Keppres Rehabilitasi Prabowo
“Sem atau ketiga contoh ini menunjukkan satu pola yang sama: kebijakan yang berhasil adalah kebijakan yang membangun ekosistem, bukan sekadar proyek fisik. Ekosistem itu melibatkan edukasi, pemberdayaan masyarakat, dan kolaborasi lintas pemangku kepentingan,” tegas Bima.
Ia menekankan bahwa pendekatan ekosistem tidak hanya relevan untuk kota besar, tetapi juga dapat direplikasi di kabupaten maupun provinsi dengan penyesuaian konteks lokal. Yang terpenting, lanjutnya, kepala daerah harus memiliki kemauan untuk “mendengarkan terlebih dahulu” sebelum “memutuskan”.
“Survei bukan sekadar alat politik elektoral. Survei adalah alat diagnosa sosial yang memungkinkan kita membuat kebijakan yang tepat sasaran, tepat manfaat, dan berkelanjutan,” pungkas politikus Partai Amanat Nasional ini.
Pernyataan Wamendagri ini sekaligus menjadi sinyal bagi 548 kepala daerah hasil Pilkada 2024 yang akan dilantik dalam beberapa bulan mendatang, bahwa tata kelola berbasis aspirasi masyarakat akan menjadi salah satu indikator utama penilaian kinerja di masa depan.
Pewarta : Anjar Bramantyo

