RI News Portal. Jakarta, 28 November 2025 – Pemerintah resmi menjadikan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagai salah satu syarat mutlak pencairan Dana Desa tahap II tahun anggaran 2025. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 yang diteken Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada 19 November 2025 dan mulai berlaku sejak diundangkan tanggal 25 November 2025.
Perubahan ini merevisi PMK Nomor 108 Tahun 2024 tentang Penyaluran Dana Desa. Jika sebelumnya pencairan tahap II hanya mensyaratkan laporan realisasi penyerapan minimal 60 persen dan capaian keluaran rata-rata 40 persen pada tahap I ditambah laporan tahun sebelumnya, kini ditambah dua dokumen baru:
- Akta pendirian badan hukum atau bukti pengajuan dokumen pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
- Surat pernyataan komitmen dukungan APBDes untuk pembentukan dan penguatan koperasi tersebut.
Dalam pertimbangan resminya, PMK 81/2025 secara eksplisit menyebutkan bahwa perubahan ini dilakukan “dalam rangka mendukung pembentukan koperasi desa/kelurahan merah putih” sesuai kebijakan Presiden Republik Indonesia.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, saat ditemui di Kompleks Parlemen pada Kamis (27/11), mengakui bahwa sebagian Dana Desa akan dialokasikan untuk membayar cicilan pembangunan koperasi tersebut. “Dari Rp60 triliun Dana Desa, Rp40 triliun dipakai untuk nyicil pinjaman Koperasi Desa Merah Putih,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa implementasi kebijakan ini masih akan ditinjau lebih lanjut.
Pengamat kebijakan desa dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Rini Rachmawati, menilai kebijakan ini berpotensi melahirkan distorsi baru dalam tata kelola Dana Desa. “Mengikat pencairan tahap II dengan pembentukan badan hukum koperasi tertentu secara nasional berisiko menciptakan skema top-down yang memaksa desa mengalokasikan dana untuk tujuan yang belum tentu menjadi prioritas lokal,” katanya.
Ia juga memperingatkan adanya celah penyelewengan. “Pengalaman menunjukkan, ketika ada program nasional yang dikaitkan langsung dengan pencairan dana transfer, sering muncul praktik ‘koperasi instan’ atau ‘koperasi kertas’ hanya untuk memenuhi syarat administratif. Ini rentan disalahgunakan oleh oknum tertentu,” tambah Rini.
Baca juga : Polda Metro Jaya Perkuat Kolaborasi dengan PAM Swakarsa Jelang Nataru 2025–2026
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Muhammad Asri Anas, menyatakan banyak kepala desa merasa terkejut dengan kebijakan mendadak ini. “Banyak desa yang APBDes 2025 sudah disahkan sejak akhir 2024. Tiba-tiba ada komitmen baru yang memaksa revisi APBDes hanya untuk memenuhi syarat pencairan tahap II. Ini memberatkan,” ujarnya.
Dosen ilmu politik Universitas Indonesia, Prof. Dr. Cecep Hidayat, menyoroti aspek politik di balik kebijakan ini. “Koperasi Merah Putih yang digagas sejak era pemerintahan sebelumnya kini dijadikan instrumen wajib melalui mekanisme transfer fiskal. Ini menunjukkan kecenderungan sentralisasi pengendalian ekonomi desa melalui instrumen anggaran negara,” katanya.
Menurut Cecep, kebijakan ini juga berpotensi mengurangi ruang otonomi desa yang selama ini menjadi semangat UU Desa Nomor 6 Tahun 2014. “Dana Desa yang semestinya digunakan berdasarkan musyawarah desa dan prioritas lokal, kini terikat pada agenda nasional tertentu,” tandasnya.

Hingga berita ini diturunkan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi belum memberikan tanggapan resmi terkait teknis pendampingan pembentukan koperasi dan mekanisme pengawasan penggunaan Dana Desa untuk cicilan pinjaman koperasi tersebut.
Kebijakan ini mulai berlaku untuk pencairan Dana Desa tahap II tahun 2025 yang biasanya dilakukan pada triwulan ketiga hingga keempat. Dengan tambahan syarat ini, ribuan desa di Indonesia kini memiliki waktu kurang dari delapan bulan untuk memenuhi ketentuan baru atau berisiko kehilangan 40–50 persen alokasi Dana Desa tahun depan.
Pewarta : Anjar Bramantyo

