RI News Portal. Bandung — Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menegaskan bahwa perundungan atau bullying yang selama ini sering dianggap sebagai “kenakalan remaja biasa” kini memiliki konsekuensi pidana berat, termasuk ancaman hukuman penjara berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Undang-Undang Perlindungan Anak, serta Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
“Setiap bentuk perundungan, baik fisik, verbal, relasional, maupun yang dilakukan melalui dunia digital, dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana. Pelakunya—termasuk anak di bawah umur—berpotensi menghadapi proses hukum yang serius,” ungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jabar, Nur Sricahyawijaya, dalam keterangan resmi yang dirilis Rabu (23/11).
Pernyataan tersebut disampaikan menyusul kegiatan “Jaksa Masuk Sekolah” yang digelar Kejati Jabar di SMK ICB Cinta Wisata Bandung pada Minggu (20/11) lalu. Dalam forum tersebut, ratusan siswa diajak memahami batas antara candaan biasa dan perundungan yang sudah melanggar hukum.

Lebih dari sekadar ancaman sanksi, Kejati Jabar juga menggarisbawahi dampak jangka panjang perundungan terhadap korban. Gangguan kesehatan mental seperti depresi berat, kecemasan kronis, hingga risiko percobaan bunuh diri menjadi konsekuensi yang kerap muncul. Secara sosial dan akademis, korban sering mengalami isolasi, penurunan prestasi drastis, bahkan putus sekolah.
“Perundungan yang dianggap remeh hari ini bisa menjadi trauma seumur hidup bagi korban. Itu sebabnya pencegahan harus dimulai dari kesadaran hukum sejak dini,” tambah Nur Sricahyawijaya.
Selama sesi interaktif, para siswa terlihat sangat aktif. Puluhan pertanyaan diajukan, mulai dari cara mengenali tindakan yang sudah masuk ranah pidana, prosedur pelaporan yang aman, hingga pertanyaan kritis: “Kalau hanya mengolok-olok di grup chat sekolah, apakah sudah bisa dipidana?” Para jaksa penutur memberikan penjelasan rinci disertai contoh kasus nyata yang pernah ditangani kejaksaan.
Baca juga : KPK Panggil Dua Kepala Dinas Aktif Mempawah dalam Penyidikan Dugaan Korupsi Proyek Infrastruktur
Kegiatan ini menjadi bagian dari strategi preventif Kejati Jabar yang lebih luas. Setelah sukses di beberapa sekolah di Bandung Raya, program serupa direncanakan digelar secara bertahap di kabupaten/kota lain di Jawa Barat sepanjang tahun ajaran 2025-2026.
Dengan mengedepankan pendekatan edukatif ketimbang represif, Kejati Jabar berharap generasi muda tidak hanya takut pada hukuman, tetapi benar-benar memahami nilai empati dan tanggung jawab sosial. “Kami ingin anak-anak tumbuh menjadi warga negara yang sadar hukum, bukan karena ancaman penjara, tapi karena mereka paham bahwa setiap tindakan memiliki dampak nyata terhadap orang lain,” tutup Nur Sricahyawijaya.
Langkah proaktif Kejaksaan Tinggi Jawa Barat ini menunjukkan pergeseran paradigma penegakan hukum: dari menunggu kasus terjadi menjadi mencegah sejak di bangku sekolah.
Pewarta : Vie

