RI News Portal. Brussels 22 Novemeber 2025 – Indonesia kembali menegaskan posisinya sebagai penggerak utama kerja sama Indo-Pasifik yang inklusif dengan mendorong Kemitraan Strategis ASEAN–Uni Eropa untuk segera melahirkan proyek-proyek nyata yang memberikan manfaat langsung bagi kedua kawasan. Pesan tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Sugiono pada pertemuan makan siang tingkat menteri ASEAN–Uni Eropa yang digelar di sela-sela Forum Menteri Indo-Pasifik Uni Eropa di Brussels, Kamis (20/11/2025).
“Kita tidak boleh puas hanya dengan terus membahas penyelarasan antara ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) dan EU Strategy for Cooperation in the Indo-Pacific,” tegas Sugiono dalam pernyataan tertulis Kementerian Luar Negeri RI yang diterima di Jakarta pada Sabtu (22/11). “Yang jauh lebih krusial adalah mengimplementasikan kerja sama konkret yang dapat dirasakan dampaknya oleh masyarakat di kedua belah pihak.”
Sebagai negara penggagas AOIP pada 2019, Indonesia memandang dokumen tersebut bukan sekadar kerangka visi, melainkan panduan operasional untuk menjaga kawasan Indo-Pasifik tetap terbuka, damai, dan stabil di tengah persaingan geopolitik yang semakin tajam. AOIP menekankan empat pilar utama: kerja sama maritim, konektivitas, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030, serta kerja sama ekonomi yang inklusif.

Dalam forum yang sama, Menlu Sugiono juga menyinggung percepatan negosiasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia–Uni Eropa (Indonesia–EU Comprehensive Economic Partnership Agreement/IEU CEPA) sebagai salah satu wujud konkret yang paling ditunggu. Perjanjian tersebut telah resmi ditandatanganiikan pada 22 September 2025 di Bali oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Wakil Presiden Eksekutif Komisi Eropa Maroš Šefčovič.
Setelah proses ratifikasi selesai, IEU CEPA akan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2027. Kesepakatan ini diproyeksikan menghapus hampir seluruh tarif impor untuk barang Indonesia yang masuk ke 27 negara anggota Uni Eropa, sekaligus membuka akses lebih luas bagi produk-produk Eropa ke pasar Indonesia. Di tengah gelombang proteksionisme global yang kembali menguat, IEU CEPA dianggap sebagai sinyal kuat komitmen kedua pihak terhadap perdagangan bebas berbasis aturan.
Kemitraan ASEAN–Uni Eropa sendiri akan memasuki usia setengah abad pada 2027. Peningkatan status menjadi Kemitraan Strategis pada Desember 2020 menandai babak baru yang tidak hanya bersifat simbolis, tetapi juga menuntut hasil-hasil yang terukur di bidang perdagangan, investasi hijau, transisi energi, keamanan maritim, dan penguatan rantai pasok global.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Dr. Shiskha Prabawaningtyas, menilai penekanan Indonesia pada “konkretisasi” kerja sama merupakan strategi cerdas untuk menjaga relevansi ASEAN di tengah persaingan narasi Indo-Pasifik antara Amerika Serikat dan Tiongkok. “Indonesia tidak ingin AOIP hanya menjadi dokumen yang bagus di atas kertas. Dengan mendorong Uni Eropa untuk segera mengeksekusi proyek bersama, Jakarta memastikan ASEAN tetap menjadi pusat gravitasi diplomasi kawasan,” ujarnya.
Hingga kini, sejumlah proyek potensial yang sedang dibahas mencakup pengembangan koridor ekonomi hijau, kerja sama blue economy di Laut China Selatan dan Samudra Hindia, serta pendanaan transisi energi yang berkeadilan. Namun, para menteri ASEAN dan Uni Eropa sepakat bahwa implementasi nyata dari rencana-rencana tersebut harus menjadi prioritas utama dalam dua tahun menuju peringatan 50 tahun hubungan ASEAN–UE pada 2027.
Dengan posisi Indonesia yang semakin tegas, Kemitraan Strategis ASEAN–Uni Eropa kini berada pada titik kritis: bertransformasi dari forum dialog menjadi mesin penggerak kerja sama yang benar-benar membawa kemakmuran dan stabilitas bagi ratusan juta penduduk di kedua kawasan.
Pewarta : Albertus Parikesit

