RI News Portal. Yogyakarta — Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengungkap temuan baru yang mengkhawatirkan: adanya pola perekrutan anak di bawah umur oleh kelompok teroris melalui platform permainan daring (game online). Pernyataan ini disampaikan Kapolri saat berada di Kompleks Markas Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Jumat (21/11/2025).
“Kami menemukan fenomena baru yang harus menjadi perhatian serius bersama,” ujar Jenderal Listyo. Menurutnya, proses pendalaman yang dilakukan Densus 88 Antiteror dan satuan terkait lainnya menunjukkan bahwa komunitas anak-anak yang awalnya terbentuk dari hobi bermain game secara bertahap dimasuki aktor-aktor yang mengarahkan mereka ke ruang-ruang interaksi tertutup.
“Dari komunitas hobi itu muncul ruang interaksi yang kemudian kami dalami. Ternyata ada potensi paparan paham berbahaya melalui jenis-jenis permainan dan fitur komunikasi di dalam game online,” papar Kapolri.
Ia menjelaskan bahwa pola perekrutan ini tidak lagi mengandalkan pertemuan fisik atau media propaganda konvensional, melainkan memanfaatkan fitur voice chat, grup privat, dan sistem clan/guild yang memungkinkan komunikasi intensif antar-pengguna tanpa pengawasan orang tua. Proses “grooming” ideologis dilakukan secara bertahap, dimulai dari pembicaraan ringan hingga pengenalan narasi ekstrem.

“Kalau dibiarkan, dampaknya bukan hanya pada anak itu sendiri, tetapi juga mengancam keselamatan jiwa orang lain dan stabilitas masyarakat,” tegasnya.
Menanggapi temuan tersebut, Polri saat ini memperluas pendekatan pencegahan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk orang tua, guru, pengelola platform digital, dan komunitas gamer. “Kami tidak ingin membungkam kebebasan berekspresi atau menghambat kreativitas anak di ranah digital, tetapi memberikan edukasi dan pengawasan yang proporsional agar teknologi tidak menjadi pintu masuk ancaman baru,” tambah Jenderal Listyo.
Para pakar keamanan siber dan psikologi anak yang dihubungi secara terpisah menilai temuan ini konsisten dengan tren global. Di sejumlah negara, kelompok ekstremis memang mulai memanfaatkan ekosistem game sebagai “low-risk, high-reach environment” untuk menjangkau generasi muda yang rentan.
Baca juga : Operasi Zebra Kapuas 2025 di Melawi: Sinergi Penegakan Hukum dan Edukasi Pajak Kendaraan Bermotor
Kapolri menegaskan bahwa pendalaman kasus masih berlangsung intensif dan meminta masyarakat tetap tenang namun waspada. “Kuncinya adalah pendampingan orang tua dan kesadaran kolektif. Teknologi harus tetap menjadi alat pemberdayaan, bukan jebakan bagi anak-anak kita,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan resmi mengenai judul-judul game atau platform spesifik yang menjadi fokus pendalaman, karena proses penyelidikan masih berjalan untuk menghindari gangguan terhadap operasional intelijen.
Pewarta : Rendro P

