RI News Portal. Jakarta, 12 November 2025 – Di tengah ekosistem digital yang kian ekspansif, pemerintah Indonesia mengambil langkah tegas melalui penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital (Ditjen Wasdigi) Kementerian Komunikasi dan Digital. Acara yang digelar di Jakarta pada Selasa (11/11) ini menandai eskalasi kolaborasi dalam penegakan hukum kekayaan intelektual (KI) di ranah maya, merespons lonjakan pelanggaran yang mengancam inovasi nasional.
PKS ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan respons strategis terhadap dinamika pelanggaran KI yang semakin kompleks di dunia digital. Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkum, Razilu, menekankan bahwa inisiatif ini melanjutkan pembentukan gugus tugas bersama yang telah aktif merekomendasikan penutupan situs-situs pelaku pelanggaran. “Kolaborasi dengan Komdigi telah menjadi fondasi operasional kami. PKS ini memperkuat koordinasi untuk menekan maraknya pelanggaran di ruang maya,” ungkap Razilu dalam pernyataan yang dikonfirmasi pada Rabu di Jakarta.
Analisis mendalam terhadap tren pelanggaran menunjukkan urgensi langkah ini. Data DJKI mencatat pertumbuhan rata-rata permohonan KI sebesar 19 persen per tahun, mencerminkan vitalitas kreativitas masyarakat Indonesia. Namun, kenaikan ini berbanding lurus dengan eskalasi risiko di domain digital, di mana hak cipta, merek, paten, dan desain industri rentan dieksploitasi tanpa kendali. Razilu menyoroti bahwa pengawasan terintegrasi tidak hanya bertujuan represif, tetapi juga preventif: meningkatkan kepercayaan pelaku usaha, pencipta, dan investor terhadap ekosistem KI nasional.

Dari perspektif internasional, inisiatif ini berpotensi memperbaiki posisi Indonesia dalam laporan Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR). Efektivitas pengawasan digital menjadi salah satu parameter kunci, dan sinergi ini diharapkan menghasilkan skor lebih tinggi pada evaluasi mendatang. “Kekayaan intelektual kini transcendensi dari fisik ke virtual. Pengawasan holistik diperlukan untuk menekan pelanggaran dan memperkuat daya tarik investasi,” tambah Razilu, seraya mengisyaratkan rencana regulasi ekspansif yang mencakup seluruh spektrum KI.
Di sisi operasional, Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, mengungkapkan bahwa kolaborasi lapangan telah berjalan efektif berdasarkan kewenangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Mekanisme takedown dan pemblokiran domain menjadi instrumen utama. Dalam periode akhir 2024 hingga 6 November 2025, Ditjen Wasdigi menangani 9.106 konten pelanggaran KI. Dari jumlah tersebut, 619 aduan spesifik dari DJKI mencakup 547 kasus pelanggaran KI murni, disertai 70 kasus perjudian dan 2 penipuan yang menyertainya.
Alexander menilai PKS ini sebagai manifestasi komitmen pemerintah dalam membangun ruang digital yang resilien. “Sinergi ini bukan hanya antar-lembaga, tapi wujud kehadiran negara dalam melindungi inovasi dan menjaga kesehatan ekosistem maya,” katanya. Pendekatan ini mengintegrasikan aspek hukum, teknologi, dan kebijakan, dengan potensi ekspansi ke regulasi yang lebih komprehensif.
Secara akademis, kolaborasi ini dapat dianalisis melalui kerangka teori governance digital, di mana koordinasi multi-stakeholder menjadi kunci mitigasi risiko asymmetri informasi di platform virtual. Studi komparatif dengan negara-negara ASEAN menunjukkan bahwa Indonesia kini berada di garis depan adaptasi regulasi terhadap ancaman KI digital, meski tantangan skalabilitas dan enforcement tetap menjadi variabel kritis.
Ke depan, PKS ini diharapkan menjadi katalisator transformasi: dari reaktif menjadi proaktif dalam pengawasan KI. Dengan fondasi data-driven dan mekanisme takedown yang teruji, Indonesia tidak hanya menekan pelanggaran, tetapi juga memposisikan diri sebagai hub inovasi digital yang aman dan kredibel di kawasan. Langkah ini, pada akhirnya, memperkuat narasi nasional tentang kedaulatan intelektual di era hiperkonektivitas.
Pewarta : Yudha Purnama

