RI News Portal. Ponorogo 12 November 2025 – Dalam operasi senyap yang menandai eskalasi penegakan hukum antikorupsi di tingkat daerah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melancarkan penggeledahan simultan di enam titik strategis Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, pada Rabu (12/11/2025). Langkah ini merupakan tindak lanjut penyidikan mendalam terhadap dugaan suap pengurusan jabatan, pengadaan proyek infrastruktur kesehatan, serta gratifikasi yang melibatkan elite pemerintahan lokal.
Penggeledahan mencakup rumah dinas bupati, kediaman pribadi tersangka berinisial SC, kantor bupati, kantor sekretaris daerah, kantor Badan Kepegawaian Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPKSDM), serta rumah tersangka berinisial ELW. Operasi ini menghasilkan penyitaan bukti krusial, termasuk dokumen administratif, perangkat elektronik, dan uang tunai yang ditemukan di rumah dinas bupati.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa barang bukti tersebut menjadi elemen pivotal dalam rekonstruksi alur tindak pidana. “Penggeledahan ini bukan sekadar prosedur formal, melainkan instrumen paksa untuk menerangi jaringan korupsi yang diduga sistematis di Ponorogo,” ujarnya dalam pernyataan resmi di Jakarta. Ia menambahkan, KPK mengajak masyarakat lokal untuk berperan aktif sebagai pengawas sosial, sembari menjamin proses hukum berjalan transparan dan adil.

Kasus ini bermula dari penetapan empat tersangka pada Minggu (9/11/2025), yang mencakup tiga klaster utama: suap mutasi jabatan, pengadaan proyek di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Harjono Ponorogo, dan penerimaan gratifikasi. Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu Fitroh, mengungkap bahwa pemeriksaan intensif telah mengonfirmasi unsur pidana, sehingga perkara dinaikkan ke tahap penyidikan formal.
Tersangka utama meliputi:
- SUG (Sugiri Sancoko), Bupati Ponorogo untuk periode 2021–2025 dan 2025–2030, diduga sebagai penerima utama suap.
- AGP (Agus Pramono), Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo, terlibat dalam fasilitasi pengurusan jabatan.
- YUM (Yunus Mahatma), Direktur RSUD dr. Harjono Ponorogo, sebagai aktor sentral dalam suap proyek dan gratifikasi.
- SC (Sucipto), pihak swasta yang menjadi rekanan proyek RSUD.
Temuan awal menunjukkan SUG meminta Rp2,4 miliar sebagai imbalan penempatan YUM sebagai direktur RSUD. Selain itu, YUM diduga menyerahkan Rp1,4 miliar kepada SUG dan AGP melalui mekanisme suap proyek serta gratifikasi berkelanjutan. SC disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b dan/atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU TPK). Sementara SUG dan YUM dijerat Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, dan/atau Pasal 12B UU TPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Keempatnya ditahan selama 20 hari pertama hingga 27 November 2025 di Rutan KPK Cabang Merah Putih.
Dari perspektif tata kelola pemerintahan, kasus Ponorogo mencerminkan pola korupsi “capture” di mana elite eksekutif memanfaatkan otoritas diskresioner untuk komodifikasi jabatan publik. Studi komparatif dengan kasus serupa di daerah lain menunjukkan bahwa integrasi suap jabatan dengan pengadaan proyek sering kali membentuk jaringan patronase yang melemahkan meritokrasi birokrasi. Penggeledahan enam lokasi ini tidak hanya mengamankan bukti fisik, tetapi juga mengungkap potensi aliran dana ke instansi lain di lingkungan Pemkab Ponorogo, termasuk dugaan jual beli posisi di sektor pendidikan dan infrastruktur.
KPK menyatakan akan mendalami jejak transaksi digital dan saksi kunci untuk memetakan pihak penerima manfaat lain. Langkah ini selaras dengan prinsip pencegahan korupsi berbasis bukti, di mana penguatan institusi lokal menjadi prioritas pasca-penyidikan.
Masyarakat Ponorogo diimbau untuk mendukung proses ini melalui pelaporan independen, guna membangun budaya antikorupsi yang berkelanjutan. Kasus ini menjadi momentum refleksi nasional atas vulnerabilitas pemerintahan daerah terhadap intervensi kepentingan pribadi.
Pewarta : Sugeng Rudianto

