
RI News Portal. Jakarta, 15 Oktober 2025 – Dalam langkah tegas menjaga harmoni sosial, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menghukum program Xpose Uncensored milik Trans7 dengan sanksi penghentian sementara. Keputusan ini diumumkan Ketua KPI, Ubaidillah, usai Rapat Pleno Penjatuhan Sanksi di kantor pusat lembaga, Selasa (14/10/2025). Sanksi lahir dari pelanggaran serius terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS), khususnya ketentuan yang mewajibkan lembaga penyiaran menghormati perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Kontroversi meledak setelah episode tayang pada 13 Oktober lalu dinilai mendistorsi citra kehidupan pesantren dan santri, bahkan melecehkan peran kiai sebagai tokoh spiritual. Ribuan pengaduan masyarakat membanjiri KPI, menyoroti bagaimana tayangan itu mengubah institusi pendidikan Islam tradisional—yang sarat adab, kasih sayang, kepedulian, dan ilmu—menjadi bahan olok-olok murahan. “Pesantren bukan sekadar bangunan, tapi sejarah panjang perjuangan bangsa. Kiai dan santri bukan objek hiburan sempit,” tegas Ubaidillah, menekankan nilai luhur penyiaran yang seharusnya memperkuat persatuan, bukan memecah belah.
Dari perspektif sosiologi media, kasus ini mengungkap kerapuhan regulasi konten di era digital. Peneliti komunikasi dari Universitas Indonesia, Dr. Siti Nurhaliza, dalam wawancara eksklusif dengan MAN Online, menyebut tayangan semacam ini sebagai “bentuk diskursus hegemonik yang merendahkan minoritas budaya.” Ia menambahkan, pesantren seperti Lirboyo di Kediri, Jawa Timur—yang menjadi sasaran utama—bukan hanya pusat pendidikan, tapi juga benteng toleransi sejak era kemerdekaan. Distorsi seperti ini, kata Nurhaliza, berpotensi memicu polarisasi sosial, mirip kasus-kasus sebelumnya di media global yang memicu konflik etnis.

Ubaidillah menambahkan, “Sanksi ini pembelajaran bagi seluruh penyiaran nasional. Kebebasan berekspresi wajib diimbangi tanggung jawab sosial dan moral.” KPI mendorong Trans7 melakukan evaluasi menyeluruh atas konten pesantren, sambil memperkuat pengawasan publik untuk menjaga harmoni keagamaan dan kebudayaan. Langkah ini selaras dengan amanat Undang-Undang Penyiaran No. 32/2002, yang memposisikan media sebagai pilar Pancasila.
Tak tinggal diam, Trans7 langsung merespons dengan surat permohonan maaf resmi kepada keluarga besar Pondok Pesantren Lirboyo, khususnya PP Putri Hidayatul Mubtadiaat. Renny Andhita, Kepala Departemen Programming Trans7, menyampaikan penyesalan mendalam atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan. “Kami dengan kerendahan hati memohon maaf sebesar-besarnya kepada seluruh kiai, pengasuh, santri, dan alumni Lirboyo. Ini kesalahan kami, dan evaluasi internal akan kami lakukan agar tak terulang,” ujar Renny dalam pernyataan tertulis.
Baca juga : KPK Sita 18 Bidang Tanah Milik Jamal Shodiqin: Jejak Korupsi RPTKA Kemnaker yang Menganga Rp53,7 Miliar
Komitmen Trans7 tak berhenti di permintaan maaf. Mereka berjanji memperketat pengawasan konten keagamaan, termasuk pelatihan etika jurnalistik bagi produser. Dari sudut kajian media studies, ini menandai pergeseran paradigma: dari sensasionalisme rating ke responsible journalism yang menghargai konteks budaya lokal.
Kasus Xpose Uncensored menjadi cermin bagi industri penyiaran Indonesia yang kian kompetitif. KPI menegaskan pengawasan konten akan terus diperketat, dengan target membangun ekosistem media yang tak hanya menghibur, tapi juga mendidik dan menyatukan. Bagi akademisi seperti Prof. Ahmad Yani dari UIN Syarif Hidayatullah, “Ini momentum untuk mengintegrasikan nilai pesantren dalam kurikulum penyiaran, agar tayangan jadi jembatan, bukan jurang.”
Pewarta : Vie
