
RI News Portal. Jakarta, 24 September 2025 – Di tengah dinamika geopolitik Asia Tenggara yang semakin kompleks, Indonesia telah mengambil langkah berani dengan menyetujui plafon pinjaman luar negeri hingga US$450 juta (setara Rp7,47 triliun) untuk mengakuisisi kapal induk Giuseppe Garibaldi yang telah dipensiunkan oleh Angkatan Laut Italia. Keputusan ini tidak hanya menandai tonggak sejarah dalam modernisasi pertahanan maritim Indonesia, tetapi juga mencerminkan ambisi negara untuk memperkuat proyeksi kekuatan laut di kawasan Indo-Pasifik.
Langkah ini, yang pertama kali dilaporkan oleh media internasional pada 23 September 2025, menjadi sinyal konkret bahwa Indonesia sedang membangun kemampuan operasi penerbangan dari kapal induk. Persetujuan tersebut secara resmi tertuang dalam surat dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, kepada Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, bertanggal 29 Agustus 2025. Dokumen ini tidak hanya mengalokasikan dana untuk kapal induk, tetapi juga menyediakan fleksibilitas pendanaan melalui lembaga kredit ekspor, kreditur bilateral, atau pemberi pinjaman swasta, yang memungkinkan Indonesia untuk mengoptimalkan skema keuangan tanpa beban fiskal berlebih.
Kapal Giuseppe Garibaldi, yang diluncurkan pada 1985 sebagai kapal induk pertama Italia pasca-Perang Dunia II, memiliki panjang 180 meter dan dek penerbangan sepanjang 174 meter dengan fitur ski-jump 4 derajat. Selama hampir empat dekade operasinya, kapal ini telah terlibat dalam misi-misi krusial NATO, seperti Operasi Allied Force di Kosovo (1999) dan Operasi Unified Protector di Libya (2011), dengan catatan lebih dari 1.200 jam terbang. Kapal ini mampu menampung hingga 18 pesawat, termasuk jet tempur AV-8B Harrier II dan helikopter seperti SH-3D serta AW101, sebelum dipensiunkan pada Oktober 2024.

Perusahaan galangan kapal Italia, Fincantieri, telah menyampaikan proposal resmi pada Juli 2025 selama kunjungan delegasi Indonesia ke Roma. Proposal tersebut menyoroti empat area utama untuk mengonversi kapal menjadi drone carrier nirawak, meskipun detail modifikasi, jadwal, dan biaya akhir masih dirahasiakan. Seorang perwakilan Fincantieri menyatakan dalam ajang Indodefence 2025 di Jakarta bahwa kapal ini berada dalam kondisi prima dan berpotensi beroperasi selama 15-20 tahun ke depan. Akuisisi ini selaras dengan program Minimum Essential Force (MEF) Indonesia, yang bertujuan membangun kekuatan pertahanan minimal yang esensial untuk menjaga kedaulatan wilayah.
Selain kapal induk, alokasi pinjaman juga mencakup hingga US$250 juta untuk helikopter angkut dan US$300 juta untuk helikopter utilitas, yang akan mendukung integrasi sistem drone maritim. Pendekatan ini menunjukkan strategi holistik Indonesia dalam membangun ekosistem pertahanan laut yang terintegrasi, bukan sekadar akuisisi aset tunggal.
Ambisi Indonesia ini semakin diperkuat melalui kemitraan pertahanan dengan Turki, yang telah menghasilkan perjanjian dengan produsen Baykar dan perusahaan lokal Republikorp untuk pengadaan 60 drone maritim Bayraktar TB3 serta 9 UAV Akinci. Di pameran Indodefence 2025, Republikorp memamerkan konsep kapal induk dual-island beserta maket drone Turki, menandakan sinergi teknologi antara kedua negara.
Drone Bayraktar TB3 telah membuktikan kompatibilitasnya dengan dek ski-jump melalui lebih dari 100 sortie dari kapal TCG Anadolu milik Turki, termasuk misi bersenjata. Integrasi ini akan memungkinkan Giuseppe Garibaldi beroperasi sebagai platform nirawak, mengurangi risiko bagi personel manusia sambil meningkatkan jangkauan pengawasan dan serangan di Laut China Selatan dan sekitarnya. Dari perspektif akademis, kolaborasi ini mencerminkan tren global di mana negara-negara berkembang memanfaatkan teknologi drone untuk mengimbangi kekuatan konvensional, sebagaimana dibahas dalam studi pertahanan kontemporer tentang asimetri militer.
Secara strategis, akuisisi ini menempatkan Indonesia sebagai anggota baru “klub kapal induk” di kawasan, bergabung dengan negara seperti China, India, dan Thailand, sementara meninggalkan Australia yang belum memiliki aset serupa. Hal ini dapat mengubah keseimbangan kekuatan di Asia Tenggara, terutama dalam konteks sengketa wilayah maritim, di mana proyeksi kekuatan laut menjadi kunci deterren. Namun, tantangan tetap ada: biaya operasional tinggi, kebutuhan pelatihan personel, dan potensi eskalasi diplomatik dengan tetangga seperti China, yang mungkin melihat ini sebagai ancaman.
Dalam analisis jurnalistik akademis, langkah Indonesia ini bukan hanya tentang akuisisi hardware, melainkan investasi dalam otonomi strategis. Dengan memanfaatkan aset bekas yang dimodernisasi, Indonesia menunjukkan pendekatan pragmatis terhadap pembangunan pertahanan, yang selaras dengan prinsip ekonomi sirkular dalam industri militer. Meski demikian, keberhasilan akan bergantung pada integrasi teknologi dan kebijakan luar negeri yang bijak, untuk menghindari jebakan arms race regional.
Berita ini disusun berdasarkan laporan terbaru dari berbagai sumber internasional, dengan fokus pada konteks mendalam untuk pembaca yang mencari pemahaman lebih dari sekadar fakta permukaan.
Pewarta : Yudha Purnama
