
RI News Portal. Jakarta, 16 September 2025 – Di tengah sorotan publik terhadap kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta, Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Oki Muraza memilih bungkam saat dikonfirmasi oleh awak media. Kejadian ini terjadi usai audiensi pencegahan korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di mana Oki tampak menghindari pertanyaan mendalam tentang kolaborasi antara Pertamina dan sektor swasta untuk mengatasi masalah pasokan.
Pantauan di Gedung KPK, Jakarta, menunjukkan bahwa Oki tiba bersama rombongan pejabat Pertamina dengan agenda utama membahas strategi pencegahan korupsi dalam sektor energi. Audiensi tersebut berakhir sekitar pukul 12.31 WIB, dan Oki didampingi oleh Direktur Transformasi dan Keberlanjutan Agung Wicaksono serta Direktur Manajemen Risiko Ahmad Siddin Badurdin. Namun, ketika wartawan mencoba mengonfirmasi isu krusial seperti kekosongan stok BBM di SPBU swasta—yang telah memicu kekhawatiran masyarakat—Oki langsung menuju mobil dinasnya tanpa memberikan keterangan apa pun. Sikap ini menimbulkan spekulasi tentang ketegangan internal dalam penanganan distribusi energi nasional.

Dalam konteks yang lebih luas, respons diam dari pejabat tinggi Pertamina ini kontrastif dengan penjelasan terbuka dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Berbicara di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin (15/9/2025), Bahlil menegaskan bahwa kelangkaan stok bukan disebabkan oleh pembatasan impor dari pemerintah. “Sangatlah tidak tepat kalau dikatakan kuota impornya tidak kita berikan,” tegas Bahlil, seraya menjelaskan bahwa pemerintah telah mengalokasikan kuota impor hingga 110 persen untuk SPBU swasta sepanjang tahun 2025.
Bahlil menekankan bahwa pendekatan kolaboratif menjadi kunci dalam mengatasi defisit pasokan, mengingat BBM merupakan kebutuhan pokok yang memengaruhi hajat hidup orang banyak. “Nah, kalau masih ada kekurangan, kita minta untuk melakukan kolaborasi dengan Pertamina. Kenapa? Karena ini terkait dengan hajat hidup orang banyak,” ujarnya. Pernyataan ini tidak hanya menyoroti aspek kebijakan, tetapi juga implikasi sosial-ekonomi, di mana ketergantungan pada impor BBM bisa memicu instabilitas jika tidak dikelola dengan sinergi antarlembaga.
Baca juga : Wapres Gibran Rakabuming Raka Tinjau Program MBG di Merauke, Soroti Keterbatasan Fasilitas Sekolah
Lebih jauh, Bahlil juga merespons isu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di salah satu perusahaan SPBU swasta, seperti Shell, yang dikaitkan dengan kelangkaan BBM. Menurutnya, solusi utama bagi perusahaan seperti Shell adalah membangun kemitraan dengan Pertamina untuk memastikan kestabilan rantai pasok. Pendekatan ini, kata Bahlil, bukan hanya upaya mitigasi jangka pendek, melainkan strategi jangka panjang untuk memperkuat ketahanan energi nasional di tengah fluktuasi pasar global.
Kejadian ini mencerminkan dinamika kompleks dalam sektor energi Indonesia, di mana transparansi dari pemangku kepentingan menjadi krusial untuk membangun kepercayaan publik. Diamnya Oki Muraza bisa diinterpretasikan sebagai kehati-hatian dalam berbicara, namun juga berpotensi memperburuk persepsi tentang kurangnya koordinasi antara badan usaha milik negara (BUMN) dan swasta. Sementara itu, arahan Bahlil untuk kolaborasi menawarkan harapan bagi pemulihan, meski implementasinya memerlukan komitmen konkret dari semua pihak.
Berita ini disusun berdasarkan pantauan langsung dan pernyataan resmi, dengan fokus pada implikasi kebijakan untuk mendukung diskusi akademis tentang tata kelola energi berkelanjutan di Indonesia.
Pewarta : Yogi Hilmawan
