RI News Portal. Melawi, 6 September 2025 – Aktivitas penambangan pasir yang diduga ilegal di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, kini menjadi sorotan publik. Kegiatan ini, yang banyak berlangsung di tepi sungai, telah memicu keresahan masyarakat akibat dampak lingkungan yang signifikan, mulai dari kerusakan ekosistem sungai hingga ancaman banjir dan kecelakaan jalan raya. Meskipun keluhan warga telah berulang kali disampaikan, aktivitas ini terus beroperasi, memunculkan dugaan adanya pembiaran oleh pihak berwenang serta kemungkinan keterlibatan oknum aparat penegak hukum (APH).
Temuan di lokasi penambangan pasir di beberapa titik di Kabupaten Sanggau. Penambangan pasir di tepi sungai, atau yang dikenal sebagai tambang pasir kali, telah mengubah bentang alam secara drastis. Sungai yang semula jernih kini keruh akibat sedimen, mengganggu ekosistem akuatik dan menyulitkan masyarakat yang bergantung pada sungai untuk kebutuhan sehari-hari.
“Dulu air sungai ini bersih, kami pakai untuk minum dan irigasi sawah. Sekarang keruh, ikan juga sudah jarang,” ungkap Suryadi (nama samaran), warga setempat yang tinggal di dekat lokasi tambang. Erosi tanah akibat penggalian pasir juga memperparah kerusakan lingkungan. Tebing sungai yang longsor mengancam lahan pertanian warga, sementara perubahan aliran air meningkatkan risiko banjir di musim hujan.

Selain itu, aktivitas alat berat dan truk pengangkut pasir telah merusak infrastruktur jalan umum. Bahu jalan yang amblas akibat beban berat dan tumpahan pasir menjadi ancaman serius bagi pengguna jalan. “Hampir setiap hari truk-truk itu lewat, jalan jadi licin karena pasir yang tercecer. Sudah ada beberapa kecelakaan motor di sini,” keluh Mariana, warga lain yang rumahnya berdekatan dengan jalur transportasi pasir.
Meskipun aktivitas penambangan pasir ini telah lama dikeluhkan, tindakan tegas dari pihak berwenang terkesan minim. Masyarakat setempat menuntut transparansi terkait status perizinan tambang tersebut, yang diduga beroperasi tanpa izin resmi. “Kami sudah melapor ke desa, ke kecamatan, bahkan ke polisi, tapi tidak ada tindakan nyata. Sepertinya ada yang melindungi,” ujar seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya karena khawatir akan keselamatan.
Baca juga : Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Sambirejo Trenggalek Berlangsung Meriah
Dugaan keterlibatan oknum APH semakin mencuat setelah warga mengungkap adanya “setoran” kepada pihak tertentu yang memungkinkan tambang ilegal tetap beroperasi. “Kalau tidak ada yang backing, mana mungkin mereka berani beroperasi terang-terangan seperti ini,” tambah narasumber tersebut, yang juga didukung oleh kesaksian warga lain di lokasi.
Laporan serupa tentang tambang pasir ilegal di wilayah lain, seperti di Blitar, menunjukkan bahwa aktivitas ini sering kali menyebabkan kerusakan lahan, polusi air, dan ancaman banjir, sebagaimana diungkap dalam sebuah studi di Jurnal Ekologi, Masyarakat dan Sains (2024). Namun, di Sanggau, kurangnya respons dari pihak berwenang memperparah dampak yang dirasakan masyarakat.
Masyarakat setempat mendesak Pemerintah Kabupaten Sanggau, Dinas Lingkungan Hidup, dan Kepolisian Daerah Kalimantan Barat untuk segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap aktivitas tambang pasir ini. Mereka menuntut penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku, termasuk penutupan operasi tambang ilegal dan pemulihan lingkungan yang rusak.
“Kami ingin pihak berwenang terbuka soal izin-izin ini. Kalau memang ilegal, tutup dan tindak pelakunya. Jangan sampai lingkungan dan keselamatan kami terus jadi korban,” tegas Suryadi.
Organisasi lingkungan lokal, seperti Forum Peduli Sungai Sanggau, juga mendesak penerapan regulasi yang lebih ketat, seperti yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan. Mereka juga menyerukan reklamasi lahan bekas tambang untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Untuk mengatasi krisis ini, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:
- Audit Perizinan: Pemerintah harus segera melakukan audit menyeluruh terhadap semua aktivitas penambangan pasir di Kabupaten Sanggau untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi.
- Penegakan Hukum: APH perlu bertindak tegas terhadap pelaku tambang ilegal, termasuk menelusuri dugaan keterlibatan oknum yang memberikan perlindungan.
- Reklamasi Lingkungan: Lahan bekas tambang harus direklamasi dengan menanam vegetasi asli dan membangun sistem drainase untuk mencegah erosi dan banjir.
- Edukasi dan Partisipasi Masyarakat: Pelibatan masyarakat dalam pemantauan lingkungan dapat meningkatkan kesadaran dan mendukung upaya pelestarian.
Kasus tambang pasir ilegal di Sanggau bukan hanya soal kerusakan lingkungan, tetapi juga mencerminkan tantangan penegakan hukum dan integritas aparat. Tanpa tindakan segera, kerusakan ekosistem dan ancaman terhadap keselamatan masyarakat akan terus berlanjut. Masyarakat berkomitmen untuk terus mengawal isu ini hingga keadilan lingkungan dan sosial tercapai.
Pewarta : Lisa Susanti

