
RI News Portal. Jakarta, 4 September 2025 – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Taruna Ikrar, memperingatkan potensi ancaman ekonomi signifikan jika fungsi pengawasan lembaganya tidak berjalan optimal. Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Gedung Nusantara I, Jakarta, pada Rabu (3/9/2025), Taruna menegaskan bahwa keterbatasan anggaran, terutama untuk penindakan, dapat melemahkan pengawasan terhadap keamanan pangan dan obat-obatan, yang berkontribusi pada perputaran ekonomi nasional sebesar Rp6.000 triliun setiap tahun.
“Kontribusi Badan POM sangat besar terhadap ekonomi. Jika pengawasan tidak dilakukan dengan baik, risiko terhadap kualitas makanan, minuman, dan obat-obatan bisa memicu dampak serius,” ujar Taruna usai rapat.

Ia menyoroti kasus tragis pada 2022, ketika obat yang mengandung Etilen Glikol menyebabkan lebih dari 300 anak menderita gagal ginjal akut, dengan hampir 100 di antaranya meninggal dunia. “Kejadian seperti ini tidak boleh terulang. Pencegahan harus menjadi prioritas,” tegasnya.
Untuk memperkuat pengawasan, BPOM mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp2,63 triliun untuk tahun 2026. Taruna menjelaskan bahwa anggaran saat ini sangat terbatas, terutama untuk aktivitas penindakan, yang dapat menghambat respons cepat terhadap pelanggaran. “Krisis bisa muncul kapan saja. Tanpa anggaran memadai, kami kesulitan menjalankan fungsi pengawasan secara maksimal,” tambahnya.
Baca juga : Pemerintah Tegaskan Komitmen Bahas RUU Perampasan Aset sebagai Prioritas 2026
Usulan anggaran ini menjadi sorotan dalam rapat dengan DPR, mengingat peran strategis BPOM dalam menjaga keamanan produk konsumsi yang berdampak langsung pada kesehatan masyarakat dan stabilitas ekonomi. Tanpa penguatan anggaran, Taruna memperingatkan bahwa risiko kerugian ekonomi dan krisis kesehatan masyarakat akan semakin besar.
Pewarta : Yudha Purnama
