
RI News Portal. Tangerang – Kunjungan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ke rumah duka almarhum Andika Lutfi Falah (16), pelajar yang meninggal dunia setelah diduga terlibat dalam kerusuhan aksi unjuk rasa di kawasan DPR/MPR RI Jakarta, Selasa (2/9/2025), tidak hanya menjadi agenda kemanusiaan, tetapi juga menyimpan pesan politik dan tanggung jawab negara.
Wapres tiba di Puri Bidara Permai, Tigaraksa, Kabupaten Tangerang sekitar pukul 14.57 WIB, didampingi sejumlah pejabat, termasuk Gubernur Banten Andra Soni, Kapolda Banten Brigjen Pol Hengki, Ketua DPRD Banten Fahmi Hakim, serta Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar. Kehadiran mereka memperlihatkan bahwa tragedi ini tidak dipandang sebatas musibah keluarga, melainkan peristiwa publik yang menyinggung isu keamanan, pendidikan, dan perlindungan warga negara.
Dalam pertemuan singkat sekitar tiga menit, Gibran menyampaikan duka cita dan pesan Presiden Prabowo Subianto kepada keluarga almarhum. Ia meminta agar pemerintah daerah memberikan perhatian khusus terhadap pihak keluarga. Gestur ini, dalam tradisi politik Indonesia, sekaligus menandai bahwa negara tidak absen dalam menghadapi tragedi yang menimpa anak bangsa, meskipun konteksnya lahir dari peristiwa demonstrasi yang berujung ricuh.

Gubernur Banten Andra Soni menegaskan pihaknya akan mengevaluasi sistem pengawasan pendidikan agar kasus serupa tidak terulang. Ia juga menyebut adanya rapat koordinasi dengan Kapolda Banten untuk mengantisipasi kerentanan pelajar terlibat dalam aksi-aksi berisiko. Pernyataan tersebut memperlihatkan upaya pemerintah daerah mengaitkan tragedi individu dengan agenda kebijakan struktural di bidang pendidikan dan keamanan.
Andika, siswa kelas XI SMK Negeri 14 Kabupaten Tangerang, sebelumnya mendapat perawatan intensif di RS Dr. Mintoharjo Jakarta akibat luka berat di bagian kepala. Menurut keterangan medis yang disampaikan Ketua RT setempat, korban mengalami benturan benda tumpul hingga sempat kritis sebelum akhirnya meninggal dunia.
Kematian seorang pelajar dalam konteks demonstrasi politik selalu menjadi isu sensitif. Di satu sisi, ia menyinggung hak konstitusional warga untuk berekspresi; di sisi lain, membuka perdebatan mengenai tanggung jawab negara dalam melindungi pelajar dari keterlibatan dalam kericuhan yang berpotensi fatal.
Baca juga : Harmoni Kebudayaan di Ubud: Pameran, Buku, dan Diplomasi Budaya
Kunjungan Wapres Gibran ke rumah duka juga dapat dibaca sebagai strategi komunikasi politik negara: menghadirkan empati sekaligus memperkuat citra pemerintahan dalam merespons isu sosial yang berpotensi memicu krisis kepercayaan publik. Akademisi ilmu politik menilai bahwa langkah ini merefleksikan “politik bela sungkawa,” yaitu praktik simbolis yang menegaskan kedekatan pemimpin dengan rakyat yang sedang berduka.
Namun, di balik simbolisme tersebut, muncul pertanyaan etis: sejauh mana empati politik harus diikuti dengan reformasi nyata? Evaluasi sistem pendidikan, pengawasan aktivitas pelajar, hingga manajemen keamanan dalam aksi demonstrasi, menjadi pekerjaan rumah yang mendesak bagi pemerintah pusat maupun daerah.
Kasus meninggalnya Andika Lutfi Falah seakan mengingatkan kembali bahwa demonstrasi tidak hanya ruang artikulasi politik, melainkan juga arena risiko bagi kelompok rentan seperti pelajar. Dalam konteks akademis, peristiwa ini dapat dibaca sebagai momentum bagi pemerintah untuk memperkuat kebijakan perlindungan anak dalam ruang publik, menegakkan standar keamanan dalam aksi massa, serta menyeimbangkan hak berekspresi dengan tanggung jawab sosial.
Gubernur Banten menutup pernyataannya dengan doa agar kondisi tetap aman dan damai. Namun, di mata publik, doa saja tidak cukup. Yang lebih ditunggu adalah aksi nyata negara dalam mencegah jatuhnya korban berikutnya.
Pewarta : Syahrudin Bhalak

Lanjutkan
Semangat pagiii….
Sehat selau……
Salam satu pena….
Tangerang selatan…