
RI News Portal. Jakarta, 22 Agustus 2025 – Dalam upaya memperkuat keamanan nasional dan melindungi generasi muda dari ancaman narkotika, Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk menjadikan Indonesia sebagai killing ground atau pusat penumpasan bagi bandar dan jaringan narkoba. Arahan ini disampaikan melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam), yang mengoordinasikan strategi nasional dalam memerangi peredaran narkotika.
Sekretaris Kemenko Polkam, Letnan Jenderal TNI Mochamad Hasan, dalam pernyataannya di Jakarta pada Jumat (22/8/2025), menegaskan bahwa visi Presiden tersebut menuntut pendekatan tanpa kompromi terhadap pelaku perdagangan narkoba. “Ini bukan waktunya untuk berkompromi. Kita harus menyatakan cukup terhadap ancaman narkoba dengan hukum, kekuatan, dan tekad yang tidak bisa dibeli,” ujar Hasan. Pernyataan ini mencerminkan urgensi untuk memobilisasi seluruh elemen bangsa dalam upaya pemberantasan narkoba, yang kini dianggap sebagai tugas nasional yang memerlukan sinergi lintas sektoral.
Untuk mewujudkan visi tersebut, Kemenko Polkam telah membentuk Desk Koordinasi Pemberantasan Narkoba yang mengintegrasikan kekuatan berbagai institusi, termasuk Badan Narkotika Nasional (BNN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan, Imigrasi, Bea Cukai, Badan Intelijen Negara (BIN), pemerintah daerah, serta tokoh masyarakat dan agama. Pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan orkestrasi kekuatan negara yang menyeluruh, mengatasi fragmentasi yang selama ini menghambat efektivitas penanganan narkoba.

Agenda prioritas Desk Koordinasi mencakup beberapa strategi kunci:
- Peningkatan Intensitas Penindakan: Fokus pada razia di titik-titik rawan peredaran narkoba, seperti pelabuhan tikus, perbatasan, lembaga pemasyarakatan, dan tempat hiburan. Pendekatan ini bertujuan untuk mempersempit ruang gerak jaringan narkotika.
- Pemutusan Jalur Suplai dan Keuangan: Menggunakan intelijen keuangan dan pengawasan siber untuk melacak dan memutus rantai pasok serta pendanaan jaringan narkoba. Pendekatan ini juga mencakup kemungkinan pengetatan regulasi, termasuk penerapan hukuman mati bagi bandar besar, dengan tetap mematuhi koridor hukum dan prinsip hak asasi manusia.
- Rehabilitasi dan Reintegrasi Sosial: Meningkatkan kapasitas program rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkoba serta memfasilitasi reintegrasi sosial untuk mendukung pemulihan mereka ke dalam masyarakat.
- Gerakan Antinarkoba Berbasis Masyarakat: Mendorong partisipasi aktif masyarakat sipil melalui kampanye antinarkoba yang dimulai dari lingkungan sekolah, keluarga, hingga tempat kerja. Inisiatif ini bertujuan membangun kesadaran kolektif dan ketahanan sosial terhadap ancaman narkoba.
- Penanganan Organisasi Premanisme: Menyoroti organisasi masyarakat (ormas) yang terafiliasi dengan premanisme dan diduga menjadi beking bagi aktivitas narkotika, sebagai bagian dari upaya pembersihan sistemik.
Sebagai wujud implementasi strategi ini, BNN pada Jumat (22/8/2025) memusnahkan 474.480,68 gram (setara dengan 474 kilogram) barang bukti narkotika dari 21 kasus di wilayah Jakarta, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Bali. Barang bukti tersebut disita dari 43 tersangka, menunjukkan intensitas penegakan hukum yang meningkat. Selain itu, BNN juga berhasil mengungkap modus baru peredaran narkoba melalui rokok elektrik (vape pods), yang berasal dari pengiriman ilegal dari Malaysia dan Prancis. Pengungkapan ini menegaskan pentingnya inovasi dalam pendekatan intelijen dan penegakan hukum untuk menghadapi strategi baru jaringan narkotika.
Baca juga : Kabupaten Bekasi Raih Status Bebas Frambusia 2025: Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci
“Pengungkapan ini adalah bukti nyata bahwa negara hadir dan aparat tidak tinggal diam. Kami menjalankan amanat konstitusi untuk melindungi bangsa dari ancaman narkoba,” tegas Hasan.
Pendekatan terpadu ini menandakan perubahan paradigma dalam pemberantasan narkoba di Indonesia, dari respons sektoral ke strategi nasional yang terkoordinasi. Namun, tantangan besar tetap ada, termasuk kompleksitas jaringan narkotika internasional, potensi resistensi dari kelompok premanisme, dan kebutuhan akan sumber daya yang memadai untuk mendukung rehabilitasi serta kampanye masyarakat. Selain itu, penerapan hukuman mati bagi bandar besar masih menjadi isu sensitif yang memerlukan keseimbangan antara penegakan hukum dan penghormatan terhadap HAM.
Keberhasilan strategi ini akan bergantung pada konsistensi implementasi, koordinasi antarlembaga, dan partisipasi masyarakat. Dengan komitmen kuat dari pemerintah dan dukungan seluruh elemen bangsa, Indonesia berpeluang menjadi model bagi negara lain dalam memerangi ancaman narkotika secara efektif dan berkelanjutan.
Pewarta : Albertus Parikesit
