
RI News Portal. Pekanbaru — Kebebasan pers di Indonesia kembali tercabik. Enam wartawan pengurus DPD Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) Provinsi Riau menjadi korban penganiayaan brutal saat meliput dugaan penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di SPBU Tabe Gadang, sekitar pukul 17.30 WIB. Insiden ini tidak hanya mencederai fisik para jurnalis, tetapi juga mengguncang fondasi demokrasi dan akuntabilitas publik.
Para korban — Edy Hasibuan, Hotlan Tampubolon, Ilhamudim, Ahmad Mizan, Ilham Mutasoib, dan Alvanza Pebrian Siregar — tengah merekam aktivitas mobil modifikasi yang diduga sebagai pengepul BBM bersubsidi. Tindakan jurnalistik mereka segera dihalangi oleh petugas SPBU dan staf. Tak lama kemudian, sekitar 40 orang yang diduga sopir pengepul dan kaki tangan mereka mengepung para wartawan.
- Perangkat liputan dirampas dan dirusak
- Wartawan dipukul, ditendang, dan diseret
- Beberapa korban mengalami luka memar serius dan kehilangan bukti liputan

Insiden ini diduga kuat melibatkan KRD sebagai aktor intelektual yang menggerakkan massa. SPBU Tabe Gadang diketahui dimiliki oleh IRF.H, sosok kontroversial di Riau yang dikenal “kebal hukum” dan kerap dikaitkan dengan bisnis ilegal penyaluran BBM. Sumber internal AKPERSI menuding adanya dugaan setoran kepada oknum aparat sebagai pelindung bisnis tersebut.
Ketua Umum DPP AKPERSI, Rino Triyono, menyatakan bahwa insiden ini merupakan:
“Serangan terhadap pilar keempat demokrasi dan upaya membungkam pembongkaran kejahatan ekonomi.”
Hingga berita ini diturunkan, belum ada satu pun pelaku yang ditahan. Respons lambat dari kepolisian, ditambah pergantian mendadak penyidik, memunculkan dugaan kuat adanya pembiaran. Ironisnya, praktik pengepokan BBM di SPBU Tabe Gadang disebut tetap berjalan pasca-insiden, seolah tak tersentuh hukum.
AKPERSI mengeluarkan ultimatum keras: jika tidak ada penegakan hukum nyata, mereka akan menggerakkan kampanye nasional #NoViralNoJustice di 33 provinsi dan melakukan demonstrasi besar-besaran di Mabes Polri.
Langkah ini menguji komitmen Polri terhadap amanat:
- UUD 1945 Pasal 30 ayat (4)
- UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Ketua DPC AKPERSI Labuhanbatu Raya, Zainal Arifin Lase, C.BJ., C.EJ., menegaskan bahwa:
“Kejadian ini adalah bentuk nyata ancaman terhadap kemerdekaan pers dalam menjalankan tugas jurnalistik sesuai UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.”

Ia juga merinci ancaman pidana bagi pelaku pengeroyokan:
Pasal | Ancaman Hukuman |
---|---|
Pasal 170 KUHP | Penjara hingga 5 tahun 6 bulan |
Jika menyebabkan luka berat | Penjara hingga 9 tahun |
Pasal 351 ayat (2), 353 ayat (1,2), 55 KUHP | Tambahan pidana atas penganiayaan |
UU No. 1 Tahun 2023 Pasal 262 | Denda hingga Rp 500 juta |
Insiden ini menegaskan urgensi perlindungan terhadap jurnalis sebagai penjaga transparansi dan akuntabilitas publik. Kekerasan terhadap wartawan bukan sekadar pelanggaran hukum pidana, tetapi juga pelanggaran terhadap hak konstitusional masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jujur dan terbuka.
Dalam konteks akademik, kasus ini menjadi studi penting tentang:
- Kegagalan sistem penegakan hukum dalam melindungi kebebasan pers
- Keterlibatan aktor ekonomi dan politik dalam membungkam liputan investigatif
- Peran organisasi pers dalam advokasi dan mobilisasi solidaritas nasional
Pewarta : T-Gaul
