
RI News Portal. Lampung Utara, 26 Juli 2025 — Kinerja Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Lampung Utara tengah menjadi sorotan publik, menyusul laporan resmi yang dilayangkan oleh kuasa hukum tersangka pemerasan ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Lampung. Laporan yang dibuat oleh pengacara Samsi Eka Putra tersebut tidak hanya mempertanyakan profesionalisme proses penyidikan, tetapi juga menyoroti adanya dugaan keterlibatan oknum aparat dalam membekingi peredaran rokok ilegal di wilayah Sungkai Utara, Kabupaten Lampung Utara.
Laporan ini mencerminkan keresahan masyarakat terhadap integritas dan akuntabilitas aparat penegak hukum. Ketidakprofesionalan yang diduga terjadi dalam penanganan kasus pemerasan yang menjerat tiga oknum wartawan media online, dinilai mencederai prinsip due process of law dan asas imparsialitas dalam sistem peradilan pidana.
Kapolres Lampung Utara, AKBP Deddy Kurniawan, dalam pernyataan pers pada Jumat (25/7/2025), mengonfirmasi bahwa pihaknya telah mengetahui laporan tersebut, namun menegaskan bahwa penanganan kasus oleh Sat Reskrim telah sesuai dengan prosedur yang berlaku. “Kalau kita melihatnya bahwa proses penyidikannya sudah berjalan sesuai aturan dan sudah sesuai prosedur,” ujar Deddy.

Terkait laporan ke Polda Lampung, Kapolres menyatakan pihaknya tidak akan mengintervensi proses pemeriksaan di Propam. “Silakan tanyakan ke Polda sejauh mana prosesnya. Kita ini kan selaku terlapor,” imbuhnya.
Laporan kuasa hukum juga memunculkan dugaan lebih serius: adanya oknum anggota kepolisian, baik dari Polres Lampung Utara maupun Polda Lampung, yang diduga membekingi penjualan rokok ilegal. Jika benar, hal ini berpotensi melanggar hukum pidana serta kode etik profesi kepolisian.
Menanggapi hal itu, AKBP Deddy menyatakan bahwa semua pihak wajib menghormati asas praduga tak bersalah. “Silakan dibuktikan. Kalau terbukti benar kita akan proses,” tegasnya.
Baca juga : Warga Sungkai Jaya Keluhkan Pelayanan Puskesmas dan Bidan Mandiri, Soroti Ketidakjelasan Penggunaan BPJS
Namun, kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang seberapa jauh mekanisme pengawasan internal institusi Polri dapat berjalan secara independen, terlebih ketika yang dilaporkan adalah sesama anggota kepolisian.
Kasat Reskrim Polres Lampung Utara, AKP Apfryyadi, dalam keterangannya mengklaim bahwa pihaknya justru aktif dalam memberantas peredaran rokok ilegal. “Kami pernah mengungkap peredaran rokok ilegal di wilayah Kecamatan Kotabumi Utara dengan barang bukti sebanyak 25.800 batang rokok berbagai merek,” jelasnya. Barang bukti tersebut telah dilimpahkan ke Kantor Bea Cukai Bandar Lampung.
Pernyataan ini tampak sebagai klarifikasi terhadap dugaan beking yang mencuat, sekaligus menegaskan posisi Satreskrim sebagai aparat penegak hukum yang bekerja sama dengan otoritas perpajakan dan cukai.
Kasus ini membuka wacana lebih luas tentang pentingnya transparansi dalam proses hukum, khususnya yang melibatkan aparat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Polri wajib menjunjung tinggi prinsip legalitas, profesionalitas, dan akuntabilitas dalam setiap tindakan.
Laporan ke Propam Polda Lampung adalah langkah yang sesuai dengan mekanisme kontrol internal, namun juga perlu dipantau secara eksternal oleh Ombudsman, Kompolnas, atau bahkan Komnas HAM jika terdapat indikasi pelanggaran hak asasi tersangka.
Kasus ini mengingatkan bahwa kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian dibangun melalui konsistensi dalam penegakan hukum, bebas dari konflik kepentingan, serta keterbukaan dalam proses penanganan perkara. Dugaan beking terhadap aktivitas ilegal seperti penjualan rokok tanpa cukai adalah isu serius yang menuntut respons yang tidak hanya administratif, tetapi juga hukum dan etik secara menyeluruh.
Jika terbukti benar, tindakan tegas perlu diambil untuk memastikan bahwa aparat kepolisian tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga menjadi teladan dalam ketaatan terhadap hukum itu sendiri.
Pewarta : Yusep
